সোমবার, ৩০ আগস্ট, ২০১০

An Unforgetable Week (24-30 Mei)

Ada informasi baru bahwa ujian eskatologi dimajukan. “Aduh sialan, kali ini pasti akan injry time lagi”. Istilah injury time aring digunakan di kalangan para mahsiswa STFK Ldalero. Ketika Besoknya da ujian hari ni baru mulai belajar, bahkan mukut semalam suntuk. Istilah padanan yang sering kali juga kami gunakan adalah belajar dadakan. Alhasil, setelah selesai ujian pa yang kita pelajari hilang seketika, tnapa membekas sedikir pun.
Rabu, 26 Mei dilangsungkan ujian Eskatologi. Untunglah bahanya yang diberikan tidak terlalu sukit dan butuh jawaban refleksi. Pertanyaan ssangat terbuka dan menuntut daya nalar berpikti dari masing-masign mahasiswa. Sore harinya ada semifinal kompetisi Leldaeo anara Unit Rafael dan Unit fransiskus. Pertandinga ini dimenangkan oleh inut Fransiskus. Teman-teman dari unit Rafael terpaksa menguburkan dalam-dalam mimpi mereka untuk tampil kedua kalinya di final.
Hari kamis ini hari paling fatal. Di ledaleo ada misa peringata empat malam Pater Daniel Kiti, SVD. Kami yang dipercayakan menggaung kor. Masalahnya adalah salh informasi. Sebagai ketuan unit saya umukan bahawa perayan ekaristi akan dilangsungkan di kuburan Ledalro seperti biasa. Dan itu berarti pukul 18.15. Ternyata Perayan ekaristi dimuylai tepat pukul 18.00. Kesalahn ini tentu saja sudah membuat kami malu karena tiba dipenguburan kami sudah terlambat, dan perayaan ekarisit sudah dimulai. Kami mesti mengambil tempat di depan lagi. Semua teman-teman bukan hanya malu tetapi juga gugup. Saya yan gmengiringi lagu Tuhan kasihanilah kami. Persoalanmuncul lagi ketika selesai bacaan, kami tidak menyiapkan lagu antarbacan. Untuk menyelamarakn situasi saya akhirnya maju dan mulai mengiringi kembali lagu bahagia abadi dari Yubilate. Selanjtnya Kor pun jadi berantakan.
Saru alsan yan gmembuat kami terlambat adalah persiapan segala sesuatu untuk ziarah besok pagi ke Dian Desa. Kami harus menyiapakan segala sesuatu, dan ini menyebakan banyak teman-teman yang terlam,bat. Ziarah kali ini pun sangat problematic. Kami sudah menyiapakan jauh-jauh hari agenda ziarah ini, tetpai seksi liturgy kominitas mengam,bil keijakan bahwa ziarah kami dipagabung kdengan zunit-unit lain. Tantu saja kami tidak terima, dan pasti acara kami akan berantakan. Karena di dalamnya kami padukan dengan acara rekreasi dan evaluasi yang dibuat dengan melibatkan anggota unit.
Kami agak terlamat ke Dian Desa katena msih harus tunggu karyawati pulang belanja dari pasar. Perayaan ekaristi baru dimulai pada pukul 09.00. Bapak Petrus serta para karyawan turut hadir dan mengambil bagian dalam perayaan ekaristi ini. Setelah misa, ada rekreasi bersama di pantai. Ada bakar-bakar,a da main kartu bareng, ada jalan-jalan, dan saya sendiri lebih memilih untuk berenang sepuas-puasnya. Kira-kira pukul 02.00 kami baru kelua dari Dian desa Wairitak.
Hari sabtu ini ada pertemuan evaluasi umum komunitas. Kali ini saya harus mempertanggungjawabkan kelalain kami di hadapan komunitas. Semua bermula dari Pater Goris Nule yang meminta kami mempertanggungjawabkan kesalahan yang dibuat pada hari kamis kemarin. Saya harus menjawab sejumlah pertanyaan dari Pater Rektor yang berbicara dalam keadaan marah. Untunglah saya bisa menjawab semuanya dengan tenang. Kami sungguh dengan renadah hati mengakui setiap kesalahan kami. Pelajaran bagi saya supaya selalu teliti dalam mengerjakan segala sesuatu.

Variasi Kegiatan (17-23 Mei)

Kegiatna minmggu ini sangnat beragam. Awal pecan saya berusaha untuk bereskan praskripsi. Sudag mau hampuir akhir tahun, tetapi saya belum pernah bertemu pembimbing. Dosen pembimbing saya adalah Rm. Martoni. Beliau adalah dosen ltirugi dan tinggal menetap di keuskupan Maumere karena selain sebagai dosen ia juga menjabat sebagai sekretaris uskup. Awalnya saya sanga takut dan berpikir bahwa baliau akan marah karena baru kali ini pergi bertemu dengannya. Tetapi dugaan saya meleset. Ia sagnat ramah. Untunglah bahwa saya sudah membuat semua praskripsi saya, sehingga ketiak secara sepintas ia langsung menganggukan kepalanya dan hanya satu kat ayang keluar; “bagus”!
Setelah kami berbicara cukup lama dan berbagai topic tetapi pembicaraan yang paling hangat adalah tetnang keluarga yang saya nginap waktu liburan kemari di Larantuka, dimana Oma di rumah adalah tantna kanduing dari Romo. Saya juga bertemu dengan Om Sus yang selama beberapa bulan terakhri ini berpraktik di keuskupan, bantiu-bantu di secretariat.
Hari selalsa sore kami mengalami kekalahan yang paling tragis. Tim tingakta IV harus bertekut lutut di bawah tingakt 1 dengn skor telak 4-0. Saya sendiri hanyabermain di babak pertama, Karen asering jatuh akhirnya ditarik keluar. Sial Memang, padahal juara sudah di depan mata, karena kami cukup menahanimbang kami akan kelua sebagai juara. Tetapi itulah bola kaki, kdang kia harus berteriak merayakan kemengan, tetapi kadan juga kita harus menundukan kepala, meratapi kekalah yang dramatis.
Tanggal 20 adalah acaa pesta seklaoah atu lebih dikenal dies natalis. Acara ini dimulai dengan misa bersama yang dipimpin langsung oleh ketua sekolah yang baru, P. Bernard Raho, SVD. Ada resepsi bersama sekaligus dengan pembacaan juara perlombaan dan penyerahan hadia. Di luar dugaan katua tulis saya masuk dalam nominasi juara. Dsys berada di posisi keempat setelah teman Charles, Ence, dan Redem. Tetapi ini suatu langakah awal yang baik untuk mengembangkan minat menulis saya. Hadiah yang say adapt adalah sjumlah uang, tidak banyak sih, tetapi lumayan untuk traktir teman-teman makan, hehe.
Suarasan gembira dise natalis belum hilang kami harus berduka lagi. Kali ini musisi senior NTT, P. Daniel Kiti meninggal dunia di biara Simeon Ldalero. Rumah induk Ledlaero kemblai berduka karena kehilangna putra terbaiknya. Selama hidupnya Pater Dan sanga t berjasa bagi pengembangnamusk inkulturasi daerah. Lagu-lagu yang ia ciptakan sangat khas dan unik. Misa pengubruan berlangsung pada hari minggu di kapela agung Ledalro, dan jenasahnya dikebmukan di perkuburan Ledalero. Selamat Jalann Pater, semoga diterima di sis kanan Alllah sendiri.
Acar rekoleksi komunitas yang seyogianya diagendakanpada hari sabtu ini harus batal karena kematian P. dan Kiti. Tetapi saya diminta oleh umat di lingkunga St. Arnolfus untuk memimpin ibadat pelepasa patung. Ada tarian dan sapaan adat untuk pelepasan patung Bundan Marian ini. Bukan saja sangat inkulturatif tetapi juga sangat variatif. Ibadat dimulai pukul 19.00. Say tidak bisa mengikuti perarakan patung setelahnya karena masih ada tugas yang akan saya kerjakan di unit.

Menjadi Pendengar yang Kritis (10-16 Mei)

Saya tidak pernah membayangkan bahwa makalah yang saya buat untuk mata kuliah Moral Seksualitas dipilih dosen untuk dipresentasikan. Karena itu, dua hari belakangan ini saya siapkan bahan yang diperlukan untuk penyempurnaan teks. Saya mesti pulang-pergi ke perpustakaan, mencari bahan-bahan yang berkaitan yang berkaitan dengan homoseksualitas. Presentasi makalah dibuat pada hari Rabu ini. Diskusi cukup hangat, banyak hal yang menjadi masukan berarti bagiku demi penyempunaan makalah. Rupanya paling sulit menemukan alasan terdalam mengapa Gereja melarang pernikaan kaum homoseksual. Setelah mendengar penjelasan dari dosen saya akhirnya mengerti. Sekiranya ada beberapa alasan esensial dari perkawinan Kristen, antara lain cinta dan kesetiaan, serta persatuan mesra antara Kristus dan mempelainya Gereja.
Hari Kamis ini adalah hari libur umum. Rencana awalnya dari pagi mau ke Lekebai, tetapi SMS dadakan dari Bapak Petrus, direktur Dian Desa. Isinya di Rujok ada acara, dan harus segera ke sana sekarang. Karena itu pagi ini mesti turun ke Dian Desa lagi, dan baru kira-kira pukul 11.00 kami ke Lekebai. Grace masih sakit. Badannya masih kurus dan dia masih batuk-batuk. Di rumah ada Bety dan Egi. Kami baru pulang sore menjelangnya malam, dan langsung ke unit. Egi dan Bety terpaksa masih singgah di unit dulu karena masih hujan lebat. Kebetulan Bety juga mau pinjam buku untuk kuliahnya.
Jumat malam ada kuliah umum di Aula, dibawakan oleh Tim komisi komunikasi KWI dari Jakarta. Malam ini Ibu Ratih Ibrahim yang membawakan kuliah. Gayanya energik, penampilan elegan dan sangat komunikatif. Ia banyak menyoroti hal-hal praktis seperti penampilan fisik dari para imam di hadapan publik. Ada satu hal yang saya paling tidak suka dari dia adalah pembicaraan yang selalu kembali kepada dirinya. Kalimat bahwa ia sering kali masuk TV, terus-menerus kami dengar, bahkan sampai bosan jadinya. Ada kesan bahwa kami semua yang ada di sini tidak lebih hebat dari dia, hehehe.
Sabtu pagi-pagi kami masih turun lagi ke Ledalero karena ada kuliah lagi dari komisi Komunikasi KWI. Kali ini Pak Raymond, mantan wartawan Kompas, dan Romo Kris yang membawakn materi. Pak Raymond banyak berbicara tentang jurnalisme dan pers, sedangkan Romo Kris berbicara tentang teologi komunikasi. Ia menampilkan beberapa bahan tentang alasan dasar-dasar teologis dalam ilmu komunikasi. Penjelasan yang diberikan dari dua pembicara di atas sangat sistematis, runtut, dan sangat enak di dengar. Sebelum kuliah berakhir ada kesempatan diskusi. Kami diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan. Kegiatan ini dipandu oleh Pater Otto ZGusti dengan tiga orang tim penyannga yakni kae San Dancar, Kae Max Ukut, dan Kae Jeri Gatum. Satu hal yang saya bsa pelajari dari beberapa kegiatan dalam minggu ini adalah berusaha menjadi pendengar yang kritis. Kita diminta bukan hanya menjadi pendengar yang setia tetapi perlu mengkritisi setiap hal yang kita dengar.

Mayday in Activities (3-9 Mei’10)

Sisa-sisa keletihan masih terasa. Capek juga goyang sepanjang setengah hari di pantai kemarin. Hari ini menjadi sangat membosankan. Kebiasaan untuk bermalas-malasan pada hari senin mulai kambuh lagi. Pulang kuliah jam setengah 11 langsung ke unit dan tidur. Setelah itu makan siang lalu tidur lagi. Sore harinya tidak turun kuliah. Hanya sempat titip absen. Gila juga. Mata kuliah yang satu ini sudah hampir satu semester baru dua kali ikut kuliah.
Malam harinya ada ikut pertemuan bersama ketua umum dan seksi acara komunitas. Saya diutus mewakili anggota unit. Dalam pertemuan ini kami merancang beberapa hal tentang pementasan malam puisi. Pertemuan cukup lama karena masih mempertimbangkan dua hal ini, yakni waktu pementasan dan beberapa acara yang harus dipotong. Ini merupakan pementasan puisi untuk pertama kalinya selama berada di bukit Ledalero ini. Karena itu kami berkomitmen supaya kegiatan ini bisa kami jalankan dengan sebaik mungkin. Acaranya hanya puisi yang dibagi dalam 5 babak, dan jedah antarbabak akan diselingi dengan musik dari akustik ALL.
Selama minggu ini, Pater Aleks masuk dua kali yakni pada hari Selasa dan hari Rabu, karena minggu lalu lesnya diisi oleh Pater Hendrik Dori. Malas, hanya satu kali ikut saja sudah jenuh apalagi dua pertemuan sehingga jadi 4 jam kuliah. Mengajar monoton dan pembicaraan cendrung bercabang ke masalah-masalah sosial, belum dosen yang satu ini suka bicara tentang kelebihannya.
Hari Rabu sore ada pertandingan antarkelas dalam rangka kegiatan dies natalis sekolah. Kini gilaran tingkat lima yang jadi “ayam pedaging”. Mereka dibantai tidak berdaya dengan skor akhir 8-0. Maklumlah yang bermain orang-orang yang sudah tua. Saya sendiri hanya bisa menyumbangkan satu gol lewat tendangan jarak jauh. Kemenangan ini memperkokoh tim kami (tingkat III) ke puncak klasemen sementara.
Setelah pertandingan, saya langsung bergegas ke unit dan mandi karena pada pukul 18.00 ada pertemuan panitia kaul kekal bersama Pater Rektor dan para Pembina. Saya sendiri masuk ke panitia dan dipercayakan oleh teman-teman sebagai wakil ketua. Ketuanya adalah teman Toy dari wisma Arnoldus juga. Pertemuan berlangsung di Audotorium lima. Yan gpaling banyak berbicata adalah teman Gusti Monza dan Pater Goris Nule. Pertemuan kali ini seakan-akan menjadi acara talk show bagi mereka.
Pada hari Jumad, ada pertemuan lagi. Kali ini kelompok ELISA (Ende Lio Sare), kelompok para Frater asal Ende Lio, yang membuat pertemuan. Kami membahas segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatanliburan nanti. Dalam renacan kami akan berlibur di paroki Watuneso, Lio timur. Saya dipercayakan oleh teman-teman menyiapakan dua bahan dengan tema yang berbeda untuk menjadi bahan katekese, yakni Gereja Mandiri dan Moral seksualitas Kristen.

শুক্রবার, ২০ আগস্ট, ২০১০

Rekreasi Bersama IMAPALEN (26 April-2 Mei 2010)

Dalam rencana awal, pertemuan tengah semester dilaksanankan pada tangaal 20 April, tetapi karena ada beberapa alasan yang mendesak sehingga pertemuan ini baru dijalankan pada tanggal 27 April. Saya menyiapkan beberapa agenda dan catatan untuk pertemuan ini. Pertama sekali adalah evaluasi untuk kegiatan live in di Pante besar, dan kedua adalah evaluasi umum tengah semester. Awalnya teman Olu yang akan memimpin pertemuan ini, tetapi ditunggu-tunggu, tidak datang-datang sehingga saya sendiri yang mengambil alih memimpin pertemuan.
Kami membahas banyak hal dalam pertemuan ini. Teman Chikal mengawalinya dengan memberi laporan tentang kegiatan di Pante Besar, diikuti dengan kritikan dan masukan yang perlu. Pertemuan unit semakin hangat ketika diangkat perihal kedisiplinan unit. Begitu pula sarana dan fasilitas unit yang belum memdai seperti motor unit dan keyboard. Seperti biasa akhir petemuan ini ditutup dengan sepatah-kata dari Pater Prefek, P. Paskalis LIna, SVD.
Hari minggu ini ada rekreasi bersama teman-teman mahasiswa asal Ende di Maumere. Kelompok ini tergabung dalam sebuah organisasi yang bernama IMAPALEN (Ikatan Mahasiswa dan Pelajar Asal Ende Lio). Ini adalah sebuah organisasi baru yang rencananya akan dideklarasikan dalam waktu dekat. Semua pengurusnya adalah mahsiswa/I dari unipa. Rekreasi bersama diawali dengan sebuah ibadat yang dipimpin oleh Fr. Quil. Setelahnya dibacakan beberapa visi-misi dan kepengurusan Imapalen. Ada sepatah kata dari ketua terpilih dan juga dari Pembina yang hadir. Di balik teriknya sinar matahari kami sempat mendiskusikan satu dua hal berkaitan dengan ekologi dan lingkungan hidup.
Ada satu acara yang saya paling kesal yakni sebuah permainan yang dipimpin teman Noldi dan John Mere. Sangat kanak-kanankan. Maunya Pulang saja. Kami dibagi dalam beberapa kelompok secara acak-acakan. Di sini kami mengenal satu sama lain. Tapi teman-teman lain kelihatan begitu semangat, padahal saya merasa begitu menderita, sudah panas dan mesti kejar-kejaran seperti anak kecil.
Pukul 14.00, kami baru mulai makan siang. Makanan dan minuman disiapkan oleh panitia. Kami tidak keluarkan biaya sedikitpun. Setelah makan, langsung dimulai acara yang ditunggu-tunggu yakni, acara bebas. Semua orang sudah tidak sabar lagi untuk goyang. Pergi ke Pantai baru tidak goyang itu bukan rekreasi orang Maumere. Tetapi arena goyang dikuasai oleh para Frater dari tiga konvik yaitu Ledalero, Ritapiret, dan Karmel. Kira-kira pukul 17.00 kami baru pulang ke unit.

Sudah Saatnya Pulang (19-25 April 2010)

Bangun tidur hari ini matahari sudah jauh di ufuk atas. Tidak terasa, sisa-sia kecapaian yang masih melekat hampir di seluruh tubuh. Ake kaget karena dibangunkan oleh Adik kecil di rumah, karena ada tamu yang darnag. Ke tika keluar dalam keadaan masih ngnatuk, akutemui bapak ketua lingkunga telah beridiri di depan pinttu. “ Aduh no, temna-teman su tunggu di rumah untuk makan perpisahan sebelum jalan”. Aku segera bergegas ke kamar mandi, mandi secepat mungkin dan langsung berbgegas ke tumah bapak ketua lingkungan. Memang betul di sanan teman-teman tela tunggu. Ketika saya tiba, kami langsun gmulai dngn adoa makan. Sementara makan, bapak ketua lingkungan mengucapakan kata-kata terima kasih atas kunjungna kami, dan saya mewakili teman-teman mengucapakan sepata kata yang sama, terima kasih dan mphn maaf untuk smeua kelalian kami.
Serelah makan saya kembali kerumah utnuk segera berkemas karena pada pukul 10.00 nati ada acara pelepasa di Gereja. Rasanya begitu berat untuk pulang Ica dan DEde belum pulang sekolah. Begitu pula Okta. Ketika sedang mandi, adikku yan gbungsu dan lagi cengeng-cenggngnya berteriak: “flatel…ada tamu,cewe”. Aku jawba polos ddari kamar mansdi, “Iya Rendy bilang tunggu sedidkir kaka masih mandi”. Dari kamar mandi bergegas aku bergati pakaian dan langsung menuju ke depan tumah. Ternyata ICca, seorang gadis yang sudha bekerja sebagaipenerbangan datang. Ia menitipkan beberapa makanan ringan, dan memberiku sejumlah uang. Awalnya Dia hany aingin membeli buku tapi ketika aku ingi mengembalikan uang sisanya, dia menolaknya.
Stukutlah mobil Pick up di rumah dipakai untuk mengnatar kami ke pelabuhan. Karena itu ada kesempatan untuk menjemput icca di sekolah. Kami segera meluncur ke sekolah. Icca masih di dalam kelas. Ketika keluar ia langsung datang mendekat. Aku segera menggendongnya. Lalu aku meminta iisn kepada bu gutu supaya Icca bisa ikut sampai ke pelabuhan. Syukurlah ibu guru pun setuju. Dari sekolah kami langsung ke rumah sakit. Okta masih sakit. Sejak tadi pagi pergi periksa ke dokter sampai saat ini belum pulang juga. Samapi di rumah sakit ternyata belum dapat gilitan untuk perikasa. Ema dan Okta msaih tunggu di luar. Okta dalam keadaan tertidur pulas. Bahkan kedatangan kami pun, tidak menggangu tidurnya. Saya langsung berpamitan dengan Mama di situ. Menyedihkanmemang, maunya tinggal lebih lama lagi. Daru rumah sakti kami langsung bergegas ke paroki.
Di Paroki temna-teman telah banyak berkumpul di damping keluarga yang mengantar merkea. Begitu banyak barang dan jarahan yang dibawanya serta. Ketika semua mobuil sudah siap, kami mulai berdfoa dan memohon berkat Tuhan untuk perjalana kami. Perjalana ke pelabuhan seperti parade besar-besaran. Banyak kendaraan yang mengantar. Begitu juga merka yan gmengat kami. Tidak yahu berpa jumlahnya, tetapi pelabuhan Lewolwba hampir penuh sesak. Bapa, rendy dan Icca masuk ke dalam kapal, sementara Iwan tetap berdiri di luar. Icca Belum mau turun dari geongonganku, Samapi ketika kapal hendak mau jalan saya baru membujukny auntuk turun. Kapal pun mulai lepas dari bibir dremaga. Sangat Nampak banyak yan gmengusap air mata karena kepergian kami, Para otang tua, sahabat, dam kenalan hanya bisa melambaikan tangan dengna mat ayang berkaca-kaca. Selamat tinggal Lamhora, Selamta tinggal Lembata, Samapi ketemu lagi.
Kapal masih singgah di pelabuhan Waiweran guntuk menjem;put beerap apenumpang. Salah satunya adalah Amal, adik dari teman Atel yan gingin ke Larantuka. Say sempa turun dari kapal untuk memblei minuman di sekitar pelabuhan Waiwerang. Kapal akhirnya tiba di latantuka sekita pukul 16.00. Di pantai besar Geri sudah menunggu untuk menitipkan buku semata santa dan beberapa snack ringan yan gdisiapkan mama di Larantuka. Rupanya semua kami sedang lapar, sehingga Snack seketika saja habis dimakan. Kami masih singgah di Belogili, kampunya teman Sipri Daton utu Kaman siang meskipunhari sudah sore. Dis ana kami dismabut dngan sangat ramah oleh keluatag aSipri Daton. Semua mereka sangat ramah. Sayangnya kami tidak bisa berlama-lama di rumah karena harus meneruskan perjalanan. Tiba- di unit kira-kita jam Sembilan malam. Karen a Capai saya langsung etertidur. Sebelum tidur saya masih semapt berguman, “ mudahan-mudaha saya bertemu lagi semua merka yang saya tinggalkan dalam mimpi-mimpiku”.
Hal lain yan gpatut dicatat, dalam minggu ini juga kami berhasilmenglahkan dua keseblasan tanggung di Ledalero yakni tim fransiskus dan tim Agustinus. Mipi fransiskus untuk memetik kemenangan atas tim kami akhirnya tertunda lagi. Mereka menyerah dengan kekalahn tipis 3-2. Semntara itu, tim Agistinus harus puas dengna kekalahn ang mereka terima. Skor 3-1 untuk kemengan tim kami. Dnegna demikian kami berlangkah maju ke babak semifinal dnegna memipin pool A, di semifinal nanti kami akan berhdapan denga tim Yosep atau Mikhael.

Berlibur Bersama Umat Di Lamahora (12-18 April 2010)


Mimpi untuk pergi ke Lembata mulai muncul saat membaca Novel berjudul “Lembata” karya F. Rahardi. Dalam kesempatan liburan kali ini, saya akhirnya bisa menginjakkan juga kakiku di bumi Lembata. Hari senin ini kami menunggu teman-teman tingkat III lainnya di pelabuhan Waiwerang. Di sana kami bertujuh: Charles, Aim, Atel, Ka Nova, Amal, Putri dan puput, dan saya sendiri. Cukup lama memang menunggu. Kira-kira jam setengah dua belas KM Arkona muncul juga. Bersama teman-teman seangkatan, kami berlayar ke pulau lembata. Perjalanan memakan waktu kira-kira dua jam. Di sana kami telah ditunggu Pastor paroki Lamahora bersama anggota dewan lainnya. Ada lima pick up yang telah menunggu berjejer untuk menjemput kami menuju Lamahora.
Di paroki kami disambut dengan sepata kata penerimaan dari pastor paroki. Kami semua disuguhkan minuman. Ternyata cuaca di sini sangat panas. Tidak jauh berbeda dengan Maumere. Dari Paroki, kami kemudian dibagi ke lingkungan-lingkungan. Lingkungan tempat saya tinggal bernama Lingkungan St. Yohakim. Nama ini diabadikan kepada Almarhum Yohakim Longodae yang meninggal dibunuh oleh saudaranya sendiri. Beliau adalah orang pertama yang menggagas dan memulai pembentukan lingkungan ini.
Di rumah bapak ketua lingkungan kami dibagi lagi ke kelompk basis. Saya diantar ke rumah Bapa Son Oleona. Keluarga Bapa Son adalah keluarga wiraswata. Dia membuka tokoh persis di depan rumahnya, dan sebuah bengkel di sampingnya. Mama di rumah adalah seorang keturunan dayak. Ia sangat ramah dan penuh perhatian. Rumah ini punya nuansa yang sangat berbeda. Saya merasa seperti tinggal di komunitas-komunitas karya. Tidak ada jam makan yang pasti. Yang lapar silakan makan sendiri. Semua makan telah tersedia di meja makan. Selama di sini saya selalu bekerja membantu melayani para pembeli. Pukul 11.00, saya pergi menjemput Icca dan Rendy di sekolah. Pada sore harinya bersama kelima sahabat kecilku: Icca, Rendy, Okta, Putri, dan Angelo, kami bersepeda di pantai. Inilah saat-saat paling menyenangkan ketika bermain bersama anak-anak.
Pada hari selalsa malam bersama teman Aim, kami mengadakan katekese bersama, cukup banyak orang yang hadir, termasuk teman-teman kos-an yang ada di sekitarnya. Katakese diakhirir dengan berbagai pertanyaan-pertanyaan dari umat, dan kemudian dilanjutkan dengan makan bersama. Hari setelahnya selalu ada kegiatan di paroki, antara lain: pertemuan bersama Mudiak dan anak-anak sekami, mama-mama St. Ana, dan juga persiapan untuk pementasan acara serta pemantapan latihan nyanyi.
Saya sangat bersyukur ketika pada suatu senja diajak oleh Mas budi untuk pergi melaut. Dengan menggunakan perahu kami mencari kepiting dan memanah ikan. Hasilnya lumayan untuk bakar-bakar pada malam harinya. Di sini, saya pertama kali makan kepting laut. Ukuran kepiting pun besar-besar bahkan ada yang seukuran piring.
Hari sabtu ada pertandingan sepak bola melawan tim seleksi dari Lamahora. Kami berhasil memenangkan pertandingan, dan saya sendiri mencetak 1 gol. Pertandingan berlangsung sangat seru. Banyak penonton yang datang menyaksikan pertandingan. Setelah pertandingan kami diminta untuk mencicipi minuman yang telah disediakan oleh mama-mama di paroki. Malam harinya bersama teman-teman di sekitarnya kami mulai nongkrong di depan rumah bersama anak muda. Ada arak dan juga jagung titi. Ada gitar lagi di situ. Saking ramainya, bahkan ada yang mau berkelahi lagi. Kira-kira jam satu saya pamitan untuk istirahat karena besoknya kami harus menanggung kor.
Hari ini kami menanggung Liturgi di Paroki. Perayaan ekaristi dipimpin oleh Pater Paskalis Lina, SVD, didamping oleh kedua pastor paroki. Penampilan kami sangat memukau dengan lagu-lagu yang membuat umat merasa begitu terkesima, bahkan kami diminta untuk menyanyikan ulang lagu post komuni. Setelahnya ada acara perkenalan dan penyerahan hadiah. Setelah perayaan ekaristi kami semua diundang untuk santap bersama di paroki bersama bapak dewan paroki dan pengurus lainnya. Pulang ke rumah saya langsung tetidur karena capak mete malam tadinya. Banyak teman-teman yang ajak pergi rekreasi bersama tetapi saya menolak. Lebih baik istirahat, persiapan malam ada acara perpisahan di lingkungan.
Acara perpisahan dimulai pukul 07.00, diawali dengan kata-kata sapaan oleh bapak ketua lingkungan. Kemudian masing-masing kami diminta untuk memberikan pesan-kesan selama liburan dan setelahnya langsung makan bersama. Acara terakhir adalah acara bebas, kira-kira sampai jam dua dini hari. Tidak bisa sampai siang karena esok kami harus bergegas pulang dan kebanyakan dari orang tua yang harus masuk kantor.

Adonara Manis e….(5-11 April 2010)


Bangun pagi ini langsung siap-siap barang. Hari ini kami akan melanjutkan perjalanan kami ke Adonara. Dalan rencana awal, kami akan menumpang kapal pagi dengan tujuan Larantuka-Waiwerang. Saya diantar ke pelabuhan oleh Bapa Hen. Dua kapal di dermaga dengan tujuan waiwerang segera berangkat. Penumpang kapal begitu padat bahkan ada yang bergantungan di sisi kita dan kanan kapal. Maklumlah semalam ada prosesi di larantuka. Ini adalah arus balik. Saya sudah bergegas ke dalam kapal ketika seorang Ibu datang dan memanggilku. Ternyata dia adalah Kakak dari teman Atel yang ditugaskan untuk menjemput kami di Larantuka. Saya akhirnya turun lagi karena rombongan kami baru akan jalan pada siang hari bersama KM. Cahaya Rahmat. Untunglah bapa Hen belum pulang sehingga bisa balik lagi ke rumah. Sambil menunggu sampai siang di rumah saya habiskan waktu bermain Play station bersama Geri dan Jeff.
Kira-kira pukul 11.30 teman Ois sms; “weh cepat su kami su di atas kapal”. Kali ini buru-buru lagi. Tapi syukurlah Kapal masih ada di pelabuhan dan akan segera berangkat. Mungkin saya orang terakhir yang masuk ke dalam kapal sebagai penumpang. Setelah pamit dengan Bapa Hen dan Jeff yang sempat antar, saya bergegas masuk ke dalam. Tiba-tiba seorang anak muda menyapaku. “Ka Rukhe tunggu”. Setelah kulihat dia adalah Amal, adiknya teman Atel. Dia ke Larantuka juga bermaksud untuk menjemput kami. Di Deg bawah penumpang penuh sesak. Ois, Aim, Ka Nova, dan puput sudah ada di dalam dari tadi. Kami berdua (saya dan Amal) tidak mendapat tempat, dan kami memilih untuk berdiri saja di dekat pintu belakang. Penumpang kali ini penuh dengan anak sekolah yang datang ikut prosesi semalam. Kapal akhirnya mulai meninggalkan pelabuhan Larantuka.
Tiba-tiba seorang gadis berusia kita 17-20 tahun datang terburu-buru dan langsung berdiri di dekat kami. Rupanya ia tidak sendirian karena ada seoarang adik kecil yang bisa saya pastikan adalah adiknya karena mukanya hampir mirip. Ia sempat menoleh ke kiri dank e kanan dan mencari tempat yang aman untuk berdiri, dan sampai akhirnya memutuskan untuk berdiri persis di depan saya. Penampilan santai, dengan celana pendek loreng, baju tipis yang ditutupi sweater merah jambu. Ada headset di kedua telinganya. Seorang gadis cantik, puith, dengan warna rambut yang sedikit pirang. Dia tipikal perempuan Adonara. Kehadirannya di sekitar kami sempat menarik perhatian anak-anak laki-laki yang ada di sekitar kami karena di situ memang kebanyakan laki-laki.
Mukanya sangat familiar. Saya berusaha untuk memperhatikannya secara seksama tetapi susah karena dia juga sedang memperhatikan aku. “duh ini orang sepertinya pernah ketemu dimana yahh!”. Suah dua puluh menit lamanya, meski saling beradu pandang tetapi saya tidak berani bertanya atau menyapanya. Uhh…biarlah, ini kategori ABG, dan jujur saya tidak terlalu antusias kalau bertemu dengan anak ABG. Aku baru menyapanya ketika menawarkan seporong es krim kepadanya. Kebetulan mama Memik di Larantuka menyiapkan makanan termasuk beberapa potong es (lumayan banyak) dalam jenis yang berbebda-beda. Ada es krim, ada ada es potong, ada es batang, es kue, dll.
Kepada semua orang saya tawarkan, termasuk kepada gadis itu. Dia mungkin orang terakhir yang saya tawarkan ketika saya melihat masih ada sisa es. “Ade…mau?” tanyaku pada waktu itu. Dia tidak menjawab memang, tetapi begitulah perempuan kalau ditawarkan masih malu-malu. Saya langsung menyodorkan ke depannya. Akhirnya dia mengambil satu dan mengucapkan terima kasih. Saat itulah saya mendengarkan suarannya. Hmm, asyik juga dengar suaranya, serak-serak basa, dan suara seperrti ini yang susah dijumpai pada semua perempuan, hahahaha.
Percakapan kami berlanjut ketika dia bertanya kepadaku kemana tujuanku. Saya jawab polos saja bahwa saya mau ke Witihama. Dia balas bertanya apakah saya orang witihama, tetapi saya langusng menjawab jujur bahwa saya hanya mau libur ke teman punya rumah. “Itu temannya?” sambil menunjuk ke arah temanku di sebelah. Aku lansung menjawab; bukan itu adik temanku. Sekarang giliran saya yang melontarkan pertanyaan apakah dia orang Adonara juga. Dia mengangguk dan berkata bahwa orang tua memang dari adonara tetapi dia tinggal di Maumere. Hmmm…padahal tinggal di Maumere, pantasan seperti familiar sekali. Saya langsung yakin bahwa kami pasti pernah ketemu. Maumere kan kota kecil bukan sebesa Jakarta yang walapun tinggal sekota tapi peluang untuk bertemu dan berkenalan sangat kecil.
Saat-saat selanjutnya adalah saling lirik dan curi pandang satu sama lain. Ahhh…rasanya seperti kembali ke anak ABG. Perjalanan sudah hampir dua jam lamanya saya belum sempat bertanya siapa namanya padahal dia sudah terlebih dahulu menanyakan namaku tadi. Ketika kapal hampir merapapat kepelabuhan Waiwerang, saya akhirnya menemukan sebuah ide, bagaimana cara mendapatkan nomor Handphonenya. Ide itu terlintas begitu saja di benak saya. Saya memimjam Handphonenya dengan alasan ingin SMS teman untuk datang jemput karena Hp-ku lagi lowbat. Dia dengan senang hati memberikan Handphone kepada saya. Tetapi rupaya saya kembali sial mungkin karena buru-buru, saya akhirnya tidak melihat pesan itu terkirim atau tidak. Saya sudah menunggu lama berharap pesan itu masuk ke dalam handphoneku tetapi ternyata tidak. Sungguh sial rupanya tidak terkirim.
Dari Waiwerang kami dijemput dengan menumpang beberapa sepeda motor ke Witihama. Tidak terlalu jauh rupanya, kira-kita 20-an km. Di sana kami menginap di teman Atel punya rumah. Kami bertugas untuk membantu membagi komuni di paroki Witihama. Malam harinya kami bertiga bersama teman Atel mengikuti rombongan konselebran maju ke depan altar. Mengambil bagian dalam perayaan malam paskah. Begitu pula dalam perayaan misa hari minggu. Pada hari Minggu paskah ini kami diminta untuk memperkenalkan diri kami. Teman Atel memperkenalkan masing-masing kami.
Setelah pulang Gereja, di rumah tamu mulai banyak. Keluarga teman Atel ternyata bukan saja di kalangan seiman tetapi juga kebanyakan sama saudara yang muslim. Banyak keluarga yang datang dan memberi salam-salaman. Hari ini kami makan daging kambing. Sore harinya ada piknik bersama di pante Watutena. Kal ini saya baru melihat langsung pante Watutena dengan mata sendiri karena selama ini saya hanya melihat dalam video klip dari lagu-lagu daerah Flores timur. Suasana di pantai sangat indah, Begitu banyak orang yang datang berkunjung. Kira-kira hari sudah mulai gelap baru kami kembali ke rumah.

বুধবার, ৫ মে, ২০১০

PANTE BESAR DAN SEMANA SANTA (29 maret-4 April ‘10)

“Alam raya pun semua tersenyum
Merunduk dan memuja hadirnya
Terpukau aku menatap wajahnya
Aku merasa mengenal dia
Tapi ada entah dimana
hanya hatiku mampu menjawabnya
Mahadewi tercipta untukku
Pencarianku pun usai sudah”
(Mahadewi-Padi)


Untian kata-kata di atas merupakan sebagian syair lagu dari Padi, sebuah grup Band asal Suarabaya. Piyu, seorang yang menciptakan lagu ini, dalam suatu jumpa pers, mengatakan bahwa tidak ada wanita yang lebih sempurna daripada Maria. Piyu adalah seorang katolik yang suka berdevosi kepada Maria. Mahadewi adalah bunda perawan Maria, karena itu lagu ini diabadikan kepada Maria. Sebagian kesuksesannya tidak terlepas dari seloroh devosi yang panjang dan tak henti-hentinya kepada Bunda Maria.
Kisah Piyu dengan praktik devosionalnya kepada Maria, hanya merupakan salah satu contoh dari kebanyakan orang yang setia berkanjang dalam doa-doa di hadapan Maria. Devosi kepada Maria bukan hanya ada dan muncul beberapa dekade terakhir ini, tetapi telah ada dan berurat akar dalam hati umat sejak berabad-abad silam. Bahkan ikon-ikon tentang Maria lebih popular daripada Yesus sendiri dalam beberapa parau waktu.
Dalam kerangka kisah ritual devosional seperti ini, momen pekan suci di kota Reinha Rosari Larantuka, menjadi saat-saat bagi saya menyaksikan dan turut berpartisipasi dalam rangkaian panjang devosi. Ada rasa bahagia yang muncul ketika bisa mengambil bagian dalam beberapa upacara devosional bersama ribuan umat Katolik. Tetapi muncul juga rasa heran dan tak percaya ketika menyaksikan ribuan umat yang berarakan hampir semalam suntuk hanya untuk mencium karpet yang mengalasi patung Tuan Ma (Bunda Maria) dan Tuan Ana (Tuhan Yesus). Refleksi ini saya rangkai dari aneka perasaan seperti ini yang terus bergejolak dalam diri saya serta berbagai aneka pengalaman lainnya selama live in di Pante besar. Karena itu, refleksi ini saya rangkai dalam tiga bagian, yakni situasi kebersamaan di rumah, Kegitan di Geraja, dan pengalaman mengikuti prosesi.

I. “Rumah Kami adalah Rumahmu Juga”
Apa yang dinamakan sebagai kegiatan live in, tidak lebih meupakan sebuah kegiatan liburan dimana kami bisa merasakan situasi umat dan turut serta mengambil bagian dalam keseharian situasi mereka. Live in berarti tinggal atau hidup bersama. Meskipun demikian selama beberapa hari berada di Pante besar hanya sedikit hal saja yan gsaya bisa rasakan dari penglama kebersamaan di rumah. Aneka kegiatan yang sesak dan padat memaksa saya untuk lebih banyak berada di luar rumah ketimbang mengambil bagian dalam kebersamaan di rumah. Tetapi dari waktu yang sedikit itu, saya memperoleh beberapa nilai yang saya kira amat perlu untuk ditimba ke depannya.
Pengalaman bersama keluarga tempat saya menginap dimulai ketika saya dijemput di Gereja oleh seorang Nenek yang telah lanjut usia. Setelah berjabatan tangan, berdua kami melewati lorong-lorong untuk sampai ke rumah. Saya sempat melontarkan beberapa pertanyaan basa-basi awal seperti, jauhkah rumah, ada beberapa orang di rumah, atau kok, mesti nenek sendiri yan gpergi jemput. Tetapi pertanyaan-pertanyaan saya hanya dijawab dengan seulas senyuman lansianya. Kesan awal ini membuat saya ‘kikuk’. Ternyata jarak dari Gereja ke rumah hanya sekitar 200 meter. Ketika memasuki rumah, si Nenek akhirnya mengucapkan sesuatu; “Frater, ini rumah kami, mulai sekarang rumah kami, frater punya rumah juga”. Seketika itu juga rasa ‘kikuk’ pun hilang.
Dari dalam rumah keluar dua orang anak laki-laki kecil, sambil tersenyum malu-malu mereka mengulurkan tangan dan sepintasa langsung mencium tangan saya. Ini Kebiasaan yang tidak saya jumpai dalam keluargaku. Tanpa sayas duga, pertanyaan yang mereka lontarakn kepada saya adalah apakah saya bisa main PS (play station). Selanjutnya, bisa ditebak saya makin akrab dengan mereka karena play station ini. Dari ruang tengah sepasang pasutri muncul dan lamgsung bersalaman dengan saya. Mereka langsung menunjukkan sebuah kamar yang telah dipersiapkan secara khusus. Setelah menaruh tas, saya pun mulai memperkenalkan identitas saya mulai dari nama, asal dan sebagainya.
Meskipun tinggal hanya tiga hari minus kegiatan-kegiatan di luar rumah, ada banyak hal yang bisa saya petik dari kebersamaan di rumah. Pertama, hal unik yang saya jumpai dalam rumah ini kehidupan spiritual yang berbeda-beda. Nenek dengan berbagai macam praktik dovosionalnya yang khusuk. Rosario kalau bukan di leher berarti ada di tangan. Suatu senja ia menceritakan keapada saya pengalaman imannya karena dekat dengan Bunda Maria. Pada waktu itu saya juga melontarkan pertanyaan, mengapa orang flores timur suka sekali devosi. Jawaban yang saya dapatkan adalah, “kami orang Larantuka, sebelum agama masuk, Bunda Maria sudah datang terlebih dahulu”.
Berbeda sekali dengan Bapak di rumah (anak dari nenek tadi). Beliau salah satu orang yang tidak tertarik dengan berbagai praktik devosional. Dengan terus terang ia berkata, “Frater sudah beberapa tahun tinggal di Larantuka ini, saya satu kali pun belum pernah mengikuti devosi. Tetapi Beliau seorang yang rajin mengikuti kegiatan di Gereja. Pada haru jumat agung beliau lebih suka jalan Salib di Gereja ketimbang mengikuti prosesi. Sedangkan spiritualitas yang ditunjukkan mama di rumah lebih merupakan penggabungan antara keduanya. Begitu pula dengan anak-anak, satunya sangat rajin ke Gereja sedangkan yan glainnya sangat malas dan lebih suka menonton TV serta main Play Station.
Di sini dipacu untuk mengkritisi mana yang bisa dipertanggungjawabkan. Praktik devosional dan mengesampingkan upacara liturgi resmi di gereja, atau ke gereja ketimbang mengikuti berbagai ritual devosional. Petanyaan ini tentunya menjadi PR buat saya karena tentu angsung berkaitan dengan problem teologis da liturgis.
Kedua, dalam hal makan minum. Semua makan minum tersedia selalu 24 jam. Kebiasaan untuk makan bersama jarang sekali. Kedua orang yang bekerja sibuk bekerja dan harus pulang makan dalam waktu yang berbeda. Waktu makan mereka bisa terjadi setiap saat. Siapa yang lapar datang makan. Ini tentunya berbeda dengan situasi di unit, yang selalu makan bersama secara komunal. Saya tidak mungkni mengajak mereka untuk berubah karena situasi di rumah memang harus demikian, tetapi saya juga bisa menimba hal baru. Pola hidup seperti ini mengingatkanku pada pola hidup komunitas-komunitas karya yang anggotanya selalu sibuk setiap saat. Sampai akhirnya, saya berpikir pola seperti ini toh ada gunanya juga jika saya tinggal di komunitas karya kelak.
Ketiga, cara mendidik anak dengan penuh persahabatan. Baru di rumah ini, saya melihat ada anak kecil yang memarahi orang tuanya dan yang dimarah terus memintamaaf kepada anaknya. Ini kebiasan yang baru yang baru saya temukan. Tentu, ini menjadi pelajaran berarti bagi saya dalam menghadapi anak-anak. Keempat, cinta akan kebersihan dan keindahan. Rumah dan pekarangan di sekitarnya diatur sangat rapih dan indah. Berbagai jenis bunga ditanam dan disusun bertingkat-tingkat. Kecintaan dan ketelatenan merawat dan menjaga kebersihan meninggalkan pesan khusus dalam benak saya, “kalau pulang ke unit, ingat jaga kebersihan kamar dan lingkungan sekitarnya”.

II. Kegiatan Di Gereja
Umat di stai Pante Besar mempunyai kebiasaan menyebut, kapela stasi dengan gereja. Mungkni hampir semua umat di Larantuka. Kata kapela hanya digunakan untuk penyimpanan patung seperti kapela Tuan Ma, tuan Ana, kapela patung Misericordiae, dll. Sedangkan yang biasa digunakan untuk misa hari minggu dan hari-hari lainnya disebut Gereja. Demikian definisi baru yang saya temukan ketika bertanya kepada nenek di rumah, tempat saya menginap.
Hanya dua kegitan di gereja yang saya ikut, yakni misa pada malam kami putih, dan misa cium salib pada hari Jumat Agung. Mestinya ada ibadat jalan salib pada pagi harinya, tetapi saya lebih memilih untuk ke pelabuhanmenyaksikan prosesi perarakan Tuan Menino di laut. Hal yang sedikit membuat kami bangga adalah kehadiran kami di gereja yang selalu ditunggu-tunggu umat. Mungkin umat di sini belum teriasa dengan kehadiran para Frater dalam jumlah banyak. Karenaitu, pada malam kamis Putis uma tbegitu banyak yan ghadir. Menurut salah satu umat, kehadiran umat yang sangat banyak itu karena memang mereka ingin mendengar para frater bernyanyi dengan memakai jubah. Setidaknya saya bisa sadar bahwa ternyata, di tengah perkembangna jaman, umat masih merindukan kehadiran kaum religus di tengah-tengah mereka meskipun hanya dalam hal sederhana seperti ini.
Hal lain yang bisa saya timba adalah bagaiman harus tampil di hadapan umat. Pada malam Kamis puti para Frater membawakan kor. Ini tentu bukan hal yang mudah apalagi pada perayaan kamis putih yang sebagaian lagu dinyanyikan tanpa musik. Tetapi syukurlah kami bisa bernyanyi dengan baik. Terdengar pujian-pujian yang dilontarkan kepada kami membuat para frater tersipu-sipu. Berada di tengah umat harus tampil dengan semaksimal mungkin supaya citra seorang frater tidak ikut buruk hanya karena bernyanyi buruk. Sebisa mungkni dalam setiap kesempatan hadir bersama umat, terlebih dahulu harus mempersiapkan diri secara matang.
Mengikuti misa hari Jumat Agung membuat saya mengerutkan dahi lantaran bertanya dimana semua umat yang pada malam tadi berlimpah ruah mengikuti perayaan ekaristi. Ternyata umat yang lain lebih suka tunggu di kapela Misericordia untuk perarakan patung ke Armida. Banyak pula yang pulan gduluan sebelum perayaan selesai, padahal Jumat Agung adalah perayaan puncak liturgi Kristiani.
Secara umum situasi yang Nampak dalam dua perayaan di atas adalah persaudaraan dan cinta. Malam Kamis Putih adalah malam persaudaraan. Di dalamnya ada persatuan dan cinta kasih. Begitu pula dengan perayaan pada Jumat Agung, Cinta kasih Tuhan yang tak terhingga, sampai-sampai menyerahkan nyawa-Nya di kayu salib menyentil animo kesadaranku untuk melangkah maju meninggalkan cara hidup lama.

III. “Ovos Omnes Qui Tramsitis Per Viam”
Ada beberapa upacara (doa dan prosesi) yang harus kami ikuti di upacara liturgi Gereja. Ada dua perasaan yang muncul ketika hendak mengikuti serangkaian kegiatan prosesi ini. Pertama, rasa ingin tahu yang ada dalam diri saya karena ini merupakan pengalman pertama mengikuti prosesi di Larantuka. Kedua, ini adalah sebuah siarah roani bagi saya di sela-sela Liburan pasakah. Karena itu dua hal ini terus bercokol dalam benak saya dalam mengikuti serangkaian kegiatan ini, antara rasa ingin tahu dan ziarah rohani pribadi.
a. Rabu Trewa
Pada hari rabu malam, semua umat di sekitar Pante Besar berkumpul di kapela Missericordia. Mala mini adalah rabu trewa yang artinya Rabu berkabung. Umat akan menyanyikan lagu-lau yang biasa dibawakan pada saat lamentasi. Lagu-lagi diamil dari kiab ratapan 1: 6-9, 10-12 tentang kesunyian dan reruntuhan Yerusalem dan Bab 2:13-14 tentang Murka Allah terhadap Sion. Setelah acara selesai terdengar bunyia-bunyian dan suasana rebut gaduh. Orang akan berteriak “trewa” berulang-ulang selama sepuluh menit. Ini sengaja diciptakan mengingat suasana kegaduhan pada waktu prajurit dan serdadu menangkap Yesus. Dan suasana akan kembali sunyi setelah kegaduhan. Sebelum pulang kerumah saya berkesempatan mencium patung missericordia.
b. Cium Patung Tuan Ana dan Tuan Ma
Setelah misa kamis malam, semua umat diberi kesempatan untuk mencium patung Tuan Ma dan Tuan Ana. Banyak umat yang datagn rposesi membuat saya lebih memilih untuk mencium patung esok paginya. Karena itu sekitas pukul 04.30, kami keluar dari rumah menuju kapela Tuan Ma. Lumayan atrian sudah tidak terlalu panjang lagi, kira-kira 200 meter. Tetapi untuk sampai ke kapela Tuan Ma saya harus menunggu tiga jam lamanya. Sampai di depan kapela semua orang berlutut dan perlahan-lahan maju ke dalam. Kami, hanya bisa mencium karpet yang mengalasi patung Tuan Ma. Saya tidak sempat mencium peti Tuan Ana, perut sudah mulai lapar dan kecapaian.
c. Prosesi Patung Tuan Menino
Prosesi ini dimulai pada hari Jumat pukul 11.00. Saya memang berkeinginan besar untuk mengikuti prosesi ini, tetapi ketika melihat padatnya, kondisi kapal serta gelombang, akhirnya saya ambil keputusan untuk menunggu saja di Pelabuhan lalu ke armida Tuan Menino, tempat patung itu ditahktakan.
d. Prosesi Patung Missericordia
Setelah pulang dari gereja kami semua langsung menuju ke kapela Missericordia. Ada perarakan patung missericordia ke Armida. Prosesi dimulai tepal pukul 16.00 sore dan berakhir kira-kira satu jam setelahnya.
e. Prosesi Tuan Ma dan Tuan Ana
Ini terjadi pada Jumat malam. Dua patung ini diarahkan. Saat in saya baru menyaksikan banyak umat yan gdatang mengikuti prosesi ini. Saya sendiri hanya mampu mengikutinya sampai ke armada ketiga. Saya terpaksa pulagn karena membawa seorang adik kecil yang sudah mengantuk. Prosesi ini harus melewati beberapa delapan armada sebelum masuk kembali ke gereja Katedral. Di setiap Armida, seorang perempuan yang dipilih secara khusus akan menyanyikan lagu “ Ovos Omnes Qui Transitis Per Viam, etendite et videte si est dolor, sicut dolor meus (wahai kamu sekalian yang melintasi jalan ini, pandanglah dan lihatlah, adakah kau lihat kesedihan, seperti kesedihan yang Kualami)”.

Ada beberapa hal positif yang bisa saya petik dari rangkaian kegiatan prosesi di atas. Pertama, devosi menumbuhkan iman. Iman umat Larantuka hanya tetap hidup selama ratusan tahun ketika ditinggal pergi oleh para misionaris dominikan samapi kedatangan para misionaris Yesuit. Kegiatan prosesi seperti ini membuat mereka bertahan dalam iman. Untuk konteks kita sekarang, praktik devosional bisa mengisi kekeringan iman kita. Kedua, Praktik dovosional seperti ini menunjukkan segi keunikan sekaligus kekayaan iman iman kita. Hal ini serentak menyadarkan saya untuk beriman secara kreatif dan tidak monoton lebih khusus dalam menapaki panggilan hidup saya. Ketiga, Peleburan antara tradisi dan gereja. Di sini ada sisi inkulturatifnya. Prosesi di larantuka merupakan contoh konkrot perpaduan ajaran iman gerja dan tradisi (adat-istiadat) umat Larantuka.
Meskipun demikian, ada beberapa hal yang perlu dikritisi dari kegiatan prosesi ini. Pertama, banyak orang yang datang hanya bisa menjadi penonton. Hal ini mungkin disebabkan karena rasa ingin tahu seperti melihat patung, dll. Mungkin juga pemahamn yan gkurang terhadap setiap arti ritual yang dijalankan. Sebagian lagi ada juga yan ghanya “ikut ramai” tanpa mengikutinya dnegna sungguh-sungguh. Kedua, Ada bahaya pentuhanan Maria. Maria bahkan disembah dan dipuja layaknya Yesus Kristus. Lebih Ironis ketika menyaksikan rute penciuman patung. Semua orang pasti akan ke Tuan Ma (Maria) terlebih dahulu baru kemudian ke Tuan Ana (Yesus). Jarang dilakukan sebaliknya. Ini memang hal sepele tetapi merupakan bukti nyata bahwa umat lebih menomorsatukan Maria ketimbang Tuhan Yesus. Ketiga, Umat lebih mengutamakan kegiatan prosesi dan semcamnya ketimbang mengikuti upacara liturgi di gereja. Beberapa hal ini memacu saya untuk lebih kritis terhadap setiap praktik keagamaan.

Nitapleat, Media April 2010

Persiapan Liburan dan Keinginan Untuk Berubah (22-28 Maret ’10)

Hari-hari belakangan ini menjadi saat paling sibuk bagi kami, secara khusus tingkat III wisma Arnoldus. Ini minggu terakhir persiapan kami menuju Acara live ini nanti. Di unit kami sangat sibuk latihan kor dan menyiapkan segala sesuatu untuk acara prosesi di Larantuka. Latihan nyanyi dilakukan bergantian. Siang hari untuk tanggungan kelas tiga secara keseluruhan di Lembata nanti dan malam harinya untuk tanggungan unit di Larantuka.
Selain itu beberap teman kelas III juga sibuk menyiapkan renungan dan iadat malam paskah dan hari minggu paskah di salah satu paroki di Adonara. Kami juga melakaukan persiapan fisik maupun alat-alar unruk menanam pohon bakau di waturia yang berjumlah ribuan. Terus terang semua ini harus mantap dalam minggu ini. Tanpa kompromi. Setiap orang akan pesisimis jika suatu kegiatan tidak didahului dengan persiapan yang matang.
Dalam minggu ini juga ada pertandingan melawan unit Gabriel. Pertandingan ini berakhir dengan kemengan di tim kami (6-1). Saya sendiri menyumbangkan satu gol. Kami semua sangat menikmari pertandingan ini. Teman Atel memborong tiga gol. Dengan ini kami mengawali kompetisi Ledalero cup dengan hasil yang memuaskan. Kalau orang berkata langkah awal akan ementukan keberhasilan, mungkin inilah opimeise kami. Setelah sebelumnya berhasil menjuarai pesta family 2009, kali ini kami jua mempunyai obsesi yang sama yakni menjuarai kompetisi ini.
Mekipun demikian, kami bermain bukanlah tanpa perlawanan. Banyak kesulitan dan ancaman yang kami dapatkan dari tim lawan. Banyak peluanmg yang mereka ciptakan. Tetapi mereka sungguh mempunyai kesulitan dalam mencetak gol. Hal ini yang kami manfaatkan. Teman Atel, mesin gol di tim kami sungguh memanfaatkan semu apeluang yan gkami ciptakan. Alhasil kami bisa mencetak sebanyak enam gol pada pertandingan ini.
Maret sudah tiba di penghujungnya. Sementara banyak program hidup pribadi maupun unit yang belum dijalankan. Sia-sia say amenempel besar-besar program di depan meja belajar dengan lebel “must be done”. Semuanya tidak ada hasilnya. Lebih rumit lagi, banyak program unit yang dipending. Alasannya byank waktu terisi dengan kegiatna lain. Kegiatan yang ditunda itu seperti Diskusi unit, rekreasi bulanan di unit. In semua karena program dadakna yan gditurunkan dari komunitas atau pun sekolah. Mudah-mudahan beberapa kegiatan yan gtertunda bisa dijalankan lagi ke depannya.
Tugas-tugasku banyak yang belum diselesaikan. Komitmen untuk berubah semester ini rupanya sangat sulit. Saya selalu jatuh dalam kelalaian yang sama. Tidak tahu begaimana cara yang dapat kulakukan untuk menghilangkan kebiasaan burukku ini. PHP sudah dibuat, begitu pula dengan program kerja. Tetapi hasilnya nihil. Semuanya tidak berubah. Meskipun demikian masih ada sejuta optimism dalam diri saya akan perubahan ini. Ruapanya ada satu hal khusus yang ebuat saya tetap betahan dengan kenyataan yang ada. Jika saya sanggup melakukan hal itu, pasti segala sesuatu akan beres adanya. Mudah-mudahan niat baikku ini dapat aku wujudkan.

Apakah Alam Enggan Bersahabat Lagi? (15-21 Maret ’10)

Aku terpanah manarap awan
Begitu derka seolah-lah mearapat
Dunia kian sesak
Ruang maikn sempit
Tidak ada kelonggaran
Tidak ada kebebasan
Hajn tak lama datang
Mengingatkanku bahwa ini kejadian alamiah
Tak perlu dicemaskan
Tak perlu dikhawatirkan
Tak lama kemudian, kilat mulai terlihat
Apakah ini pertemuan kutub negative dan positif bumi
Aku tak tahu
Bunyi Guntur pum bersusulan
Suasana kian gaduh
Apa lagi yang tak harus kita cemaskan?
Semua orang muli berpindah tempat
Mencari perlindungan
Desas-desus aku mendengat bahwa badai akan datang
Semua orang terlihat panik
Dan kau hanya bisa bertanya
Apakah lama tak bersahabat lagi dengan penghuninya
Ataukah ini situasi kita
Keserakahan kita
Dosa-dosa dan ketamakan kita.
Entahlah, hanya kita sendiri yang tahu.

Terkenang Masa Kecilku (8-14 Maret’ 10)

“Teringat masa kecillku,
Kau peluk dan kau manja
Indahnya saat itu
Buatku melambung ,
Di sisimu teringiang
Hangat napas segar harum tubuhmu
Kau ucapkan segala
Mimpi-mimpi serta harapanku (ada Band)”

Ketika aku berumur tujuh tahun, aku pernah merasakan kegelisahan yang amat mendalam tetanga seseorang. Malam itu kira-kira pukul 07.00 malam. Sudah dua kali mama bertanya kepada saya, “di mana bapakmu?”. AKu jawab dengan polos, “oh yah tadi ada ke kebun, katanya mau pindahkan air ke sawah kita”. Tak lama kemudian mama datang dan bertanya, “kemana bapakmu pergi tadi sore?” Aku yang sedang asyik bermain lidi-lidi berhitung tidak menghiraukan kata-kata mamaku. Sampai suatu ketika aku merasa haus dan ingin minum air. Di cerek ada air minum, tidak terlalu panas, tetapi juga tidak terlalu dingin, suam-suam kuku. Aku mengambik sebuah gelas kaca, dan betapa kagetnya aku ketika menuangkan air dalam gelas itu, serentak gelas pun retak dan pecah seketika.
Ibuku menolek kaget ke arah ku dan bertanya,” de kenapa itu?” Aku tak bisa menjawab sementara ibu mulai mendekat ke arahku. Ia mencucuhkan jarinya ke dalam cerek air. Dan dengan muka sedikit pucat ia memerintah , “cepat cari bapakmu, ajak dengan paman, lihat di kebun belakang”. Tiga puluh menit kemudian Bapak moncul dari arah depan rumah. Semua kami kesal. Ramailah rumah kami karena omelan mama. Saya lihat bapak hanya bisa duduk diam, tanpa berkata satu kalimat pun.
Rumah kami akan sangat ramai kalau ada mama. Dia orangnya lepas dan banyak omong. Kalau ada dia di rumah pasti jadinya semacam acara talk show. Kami semua suka padanya, kami semua sayang padanya. Tetapi jika ia marah, malah petaka datang. Langit seolah-olah runtuh. Kadang berteriak, kadang menangis. Dari bapakku sampai adikku yang keci hanya bisa diam seribu bahasa.
Yang aku wariskan dari bapakku adalah ciri-ciri fisik. Aku adalah gambaran bapakku waktu muda. Sudah banyak kali bahkan hampir bosan mendengar komentar dari orang bahwa aku sangat mirip dengan bapakku. Pembawaan juga sama persis tidak banyak bicara dan lebih tenang. Bakat musik yang ada padaku tentu diwariskan dari bapak. Beliau adalah seorang pemaih band tradisional. Group bandnya amat terkenal di kampungku. Jika bertanya pada orang tua mereka pasti mengenal gruop band Dau Dole, dengan kelima personil pujaan mereka. Tentu bapak juga salah satu di anataranya. Tetapi saya tidak pernah mendengar satu kata pun dari bapak saya tentang pengalaman manggungnya di hadapan orang lain. Dia seorang yang tidak suka menceritakan kegemilangannya. Cerita atau kisah tenrangnya saya dengar dari orang-orang lain bukan dari mulutnya sendiri.
Dengan mama saya bedanya seperti langit dan bumi. Satu hal yang saya wariskan dari mama saya adalah kemampuan dan keterampilan dalam menggunting rambut. Di rumah mama saya yang menjadi penggunting semua rambut anggota keluarga kami. Dia sangat terampil dan mempunyai jiwa seni yang alami. Tetapi saya sangat dekat dengannya. Dia sungguh-sungguh seorang ibu, yang tiada tandingnya. Air matanya adalah senjata ajaib yang membuat kami merasa bersalah terhadap kesalahan-kesalahan yang kami lakukan. Aku yakin di luar dari rumahku akau tidak akan menemukan orang yang melebihi ibuku. Kami semua sangat menyayanginya.

Gadis Misterius (1-7 Maret ’10

Baru kali ini aku bertemu dengan sesorang yang amat unik. Ia pribadi dengan multi persona. Ada saat dimana ia bahagia, senang, tertawa, tetapi seketika itu pula ia bisa menjadi orang yang galak, emosional, dan mudah sekali tersinggung. Aku tak mengerti bahkan tak tahu harus berbuat apa berhadapan dengan sikapnya seperrti ini. Yang pasti saat ini aku sedang bertemu dengan seorang anak kecil yang telah dewasa. Menghadapinya aku hanya bisa bertahan dengan sejuta rasa sabar.
Aku belum pernah bertemu dia sebelumnya. Jia aku telah mengenalnya, itu hanya samar-samar, sangat maya. Perkenalan yang la kadar ini menyeret aku dalam rasa yang serba tidak menentu. Aku tersentak kaget Karena aka terlalu jauh melangka dan terperangkap dalam jurang yang sulit membawaku keluar. Aku benci sejaligus menikmati sensasi gila ini. Kadang aku berpikir untuk cepat-cepat pergi, tetapi kadang juga aku berencana untuk selamanya bertahan.
Apa yang aku ceritakan kepada semua orang akan apa yang aku rasakan ini? Tentu tidak, semua orang akan menertawakan aku. Semua orang akan mengatakan bahwa aku sekarang jadi aneh. Tetapi kepada ibuku aku tak bisa untuk tidak berkata-kata tentang itu. Jika tidak demikian, di hadapannya aku akan menjadi seorang penipu. Hanya ibu yang tahu segala sesuatu yang aku rasakan. Ia bahkan bisa merasakan apa yang kurasa. Jadi, percuma saja untuk bersembunyi darinya.
“Ade kamu sedang jatuh cinta”, demikian kata-katanya setelah aku bercerita kepadanya pada suatu ketika. “Tidak mungkin ma!” Aku berusaha mengelak. Ia tidak peduli lalu lanjut bertanya, “siapa gerangan perempuan itu yang bisa meluluhkan hati anakku?” Aku malu lalu berkata, “Ia hanya suara dari seberang ma!” Oh aku ibu peduli apakah dia hanya suara, bunyi-bunyian, atau kata-kata sekalian, katakan kepadaku siapakah dia?”
“Dia hanya seorang anak kecil ma, aku bahkan tak mengerti untuk menjelaskan siapa dia sebenarnya, terlalu sulit”. Kataku sambi menunduk. “Yah tapi ibu tak menangkap maksudmu, itu tidak akan menjelaskan bahwa engkau mencintai seorang yang infantil?” Katanya ingin tahu. Aku hanya menjawab: “tidak ma”. Itu juga tidak akan menjelaskan engkau mencintai seorang anak kecil yang polos kan” Katanya lanjut. Aku hanya bisa menjawab lagi: “tidak ma”.
Sambil menatap ibuku yang makin gelisah dan tak mengerti, aku memeluknya dan mengatakan, “ma aku mencintai suara. Suara itu mirip sekali dengan suaramu”. Suasana hening menjeda, ibuku berkata, “Ade katakan kepada ibumu siapakah dia?” Aku akhirnya berani berkata:” dia seorang anak kecil yang sudah dewasa”. Ibuku pun legah dan berbisik:” baiklah intinya engkau sedang jatuh cinta, dan orang itu bukan anak kecil,…pergilah dan ceritakan kepadaku apa yang akan terjadi nanti”. Akhirnya aku hanya berkata, “thanks mom, pasti akan kuceritakan lagi kelak”.

বুধবার, ২৪ মার্চ, ২০১০

REROROJA DAN IMPIAN KE NEGERI PANDORA (Yang Tersisa dari Pengalaman Liburan) (22-28 Feb' 10)

"'Avatar will make people truly experience something"
(James Cameron)

Langit dan bumi adalah dua nama dari komponen jagat raya yang berbeda satu dengan yang lainnya. Yang satu menunjukkan ruang dimana bintang dan benda-benda langit lainnya berpijar. Sedangkan yang lain merujuk pada suatu tempat dimana manusia dan makhluk hidup lainnya berpijak. Dalam tradisi kepercayaan lokal keduanya bak dua pengantin raksasi yang menguasai jagat raya. Langit menjadi tempat bersemayam Sang penguasa dan bumi adalah rahim yang memberikan kesuburan dan kehidupan. Tanpa berpretensi mengulas perbedaan antara langit dan bumi secara terperinci dan komprehensif, saya terobsesi untuk melihat dan mengkonfrontasikan (meskipun sangat astrak) dengan pengalaman liburan kali ini. Ada dua hal menarik yang saya peroleh dari liburan, yakni pengalaman bekerja menanam pohon jarak di Reroroja-Magepanda dan penglaman menonton film Avatar karya Om James Cameron. Menanam ratusan pohon jarak di sebuah lereng bukit tentunya menyentil kesadaran saya untuk menjaga dan melestarikan bumi, tempat kita berpijak. Sedangkan menonton film Avatar membuat saya ingin segera terbang ke langit, menuju negeri Pandora bertemu para na’vi, menikmati keindahan alamnya yang elok sekaligus berjuang mencegah serangan dari pihak manusia yang ingin mengeksploitasi alamnya. Dua pengalaman ini bisa saya gambarkan dalam uraian di bawah ini.
******
Kegiatan di Reroroja Magepanda berlangsung selama dua hari, yakni pada hari Selasa (2/2) dan pada hari sabtu (6/2). Kronologi kegiatan dan apa saja yang kami lakukan selama dapat digambarkan sebagai berikut: Pertama, (Selasa (2/2). Setelah sarapan pagi di unit, kami langsung bergegas menuju Maumere. Tiba di Kantor Dian Desa (selanjutnya:DD) kira-kira pukul 08.00. Semua karyawan DD masih sibuk menyiapkan segala sesuatu yang harus dibawa ke Reroroja. Dengan gayanya yang unik dan ramah Bapak Petrus Swarman, direktur DD menerima kami sembari mengajak kami untuk sarapan pagi sebelum berangkat. Kami tidak bisa ikut sarapan karena sudah terlanjur sampaikan bahwa kami sudah sarapan pagi di unit. Perjalanan ke Reroroja ditempuh dalam waktu satu jam Karena pada pukul 09.30 kami sudah mulai bekerja.
Di bawah teriknya matahari, kami mesti menggali ratusan lubang dengan jumlah anggotanya hanya lima orang. Tetapi saya sungguh menikmati pekerjaan ini. Makan siang di kebun dengan makanan yang dibeli dari warung. Setelah makan siang ada pekerjaan lain lagi. Kali ini kami membantu karyawan DD, membuat sebuah tempat peristirahatan, persis di bawah dua pohon rimbun (setelah nonton film avatar saya membayangkan pohon ini seperti pohon kehidupan di negeri Pandora itu). Banyak karyawan Dian Desa yang dilibatkan karena pekerjaan cukup berat, yakni membuat sebuah fondasi dengan campuran semen setinggi 2 meter. Saya hanya bisa bayangkan betapa indahnya tempat ini ketika semua pohon jarak sudah tumbuh besar. Orang akan ramai berkunjung ke tempat ini. Sebelum melanjutkan pekerjaan menggali lubang, kami diajak oleh Om Ardi untuk melihat proyek penggalian sumur di pinggiran kampung Magepanda. Kami baru pulang sore harinya dan langsung diantar ke unit.
Kegiatan kami di Reroroja berlanjut ke hari Sabtu (6/2). Pekerjaan kami bukan lagi menggali atau membuat tempat peristirahatan yang baru, tetapi kali ini kami menanam ratusan pohon jarak. Kami semua berjumlah tujuh orang dengan pembagian; satu orang menyiram pupuk, satu orang meletakkan tempurung yang masih melekat dengan sabut kelapa di setiap lubang. Kami yang lainnya mendapat tugas untuk menanamnya. Panas matahari kali ini lebih dasyat lagi. Kami harus beristirahat beberapa kali. Seperti biasa makan siang di kebun. Kira-kira jam dua siang kami harus pulang karena sebagian karyawan harus menerima tamu baru datang dari Swiss dan Perancis. Sekitar jam setengah enam sore kami baru diantar ka’e Pius Herin ke unit.
******
Pengalaman lainnya adalah menikmati serunya film Avatar. Film ini diawali dengan latar belakang seorang veteran lumpuh bernama Jack Sully (tokoh protagonis di film ini) yang direkrut menjadi anggota tim AVATAR untuk mempelajari sebuah planet yang indah bernama Pandora hanya gara-gara ia adalah saudara kembar seorang ilmuwan yang tewas tertembak saat dirampok orang. Tak lama kemudian cerita berlanjut ke perjalanan ke planet Pandora yang indah dan masih alami. Pandora adalah sebuah nama yang diambil dari mitologi Yunani, sebuah patung buatan dewa Haphaestus yang kemudian berubah menjadi gadis cantik. Suku-suku yang tinggal di planet Pandora ini benar-benar menghargai keseimbangan ini. Tidak ada niat sama sekali untuk merusak alamnya. Bahkan yang lebih indah, mereka bersatu dengan berbagai jenis binatang yang ada di Pandora.
Di sisi itulah si Jack dan awak lain mendarat pertama kali di Pandora. Singkat kata, Jack menjadi anggota tim riset yang bernama AVATAR programs. AVATAR programs ini adalah program riset khusus terhadap kekayaan alam dan fenomena-fenomena di planet Pandora itu. Riset ini sungguh unik karena para ilmuwan dengan rekayasa genetik membuat mahluk "kosongan" (semacam robot biologis) yang disebut AVATAR yang mirip dengan bangsa Na'vi (bangsa asli planet Pandora). Makhluk ini bisa "dikendalikan" dengan melakukan koneksi dengan otak pengendalinya , yaitu para ilmuan termasuk saudara kembar Jack. Satu AVATAR dibuat khusus untuk satu pengendalinya. Dan uniknya, wajah AVATAR-AVATAR itu dibuat mirip dengan pengendalinya agar terjadi kesesuaian DNA. Karena saudara kembar Jack sudah tewas, maka hanya Jack yang bisa melakukan pengendalian atas AVATAR milik saudaranya itu. Hal itu karena struktur DNA Jack sama dengan saudara kembarnya.
Sejak menjadi pengendali AVATAR itu Jack mengalami petualangan-petualangan seru di hutan Pandora yang elok dan ganas. Dia juga bertemu dengan si Na'vi cantik tapi galak, Neytiri. Asmara yang aneh membumbui kisah antara si AVATAR-nya Jack Sully dan Neytiri ini. Kebersamaan membuat mereka jatuh cinta dan Jack mulai beradaptasi dan menyukai hidup seperti bangsa itu. Ia bahkan melupakan tugasnya semula sementara manusia punya rencana lain untuk menguasai Pandora lewat pasukan yang dilengkapi dengan persenjataan dan semacam kostum robot yang membuat mereka bisa bergerak di planet itu. Jack berusaha mencari jalan damai agar pengeksploitasian di negeri Pandora tidak terjadi. Tetapi semakin ia berusaha semakin kuat pula rencana manusia untuk menguasai Pandora. Negeri Pandora akhirnya diporak-porandakan oleh manusia hanya karena ingin mengeruk kekayaan alam yang ada di sana.
******
Pengalaman bekerja di kebun Reroroja memang sangat konkret dibandingkan pengalaman menonton film Avatar. Yang satu ada di dunia riil dan yang lainnya merupakan dunia imajinasi ciptaan James Cameron. Saya bisa terlibat langsung bekerja di kebun yang tentunya memberi banyak nilai dan masukan secara khusus tentang etika lingkungan hidup. Tetapi menonton film Avatar tak sekadar membuat dahi saya mengerut lantaran petualangan dramatis di negeri Pandora tetapi juga menyisipkan pesan moral yang amat kental, yakni bagaimana seharusnya manusia memperlakukan buminya, seperti halnya kaum Na''vi yang menjadikan negeri Pandora sebagai ranah yang harus terus dijaga dan dipelihara.
Dua pengalaman ini memang berbeda. Tetapi ada satu titik penghubung berupa pesan moral yang ada di baliknya, yakni soal kesadaran untuk menjaga dan melestarikan bumi kita. Menanam pohon di tengah padang yang gersang membangkitkan angan-angan saya tentang keadaan alam yang indah dan elok bak negeri Pandora-nya Avatar, tentang pohon suci kehidupan milik kaum Na’vi di atas lapisan langit serta keseimbangan alam lingkungannya. Sebaliknya menonton film Avatar menyentil animo kesadaranku untuk menjaga dan melestarikan bumi kita. Menyelamatkan bumi dari keserakahan manusia harus dimulai sekarang juga dan dengan lingkugan alam yang ada di sekitar kita. Dengan begitu negeri Pandora yang elok bukan hanya menjadi negeri imajinasi tetapi bisa kita saksikan dalam waktu yang akan datang. Janji Om James Cameron bahwa kita akan merasakan sesuatu setelah menonton Avatar (Avatar will make people truly experience something) sungguh benar terjadi. Sesuatu itu tidak lain adalah kesadaran untuk menyelamatkan bumi kita. (Rk)

Seloroh Panjang Untuk Virgin (15-21 Feb' 10)

Virgin Sahabatku…
Paras ayu dan senyum manismu
Mengegetarkan kalbu para adam
Hasrat mendamba tanpa kompromi
Kala senja menjemput malam
Ka uterus melangkah penuh ceria
Menapaki lorong-lorong nan sepi
Tak kau sadari mata liar membuntut
Tiba-tiba tangan kekar mencekal
Ongin menjerit tapi apalah daya
Kau pasrah dalam tangisan perih
Betapa rakusnya dia dalam kemolekanmu
Virgin,,… Itulah mahkota para gadis
Tapi, virgn sahabatku berduka
Kini meratap aib karena ternoda
Oleh lelaki biadab bersosok drakula
Maafkan aku virgin,
Tak menemani kala itu
Aku tahu kau merasa terpuruk
Tapi tegarlah, tatap masa depan
Bersamakita bisa merenda asa dan cita.

(Dari seorang sahabat)

Seorang gadis datang kepada mamanya dan bertanya, “ma,,,,berapa harga perawanku?” sang ibu berpikir sejenak lalu berkata; “tidak dijual saya”. Tidak puas dengan jawban iunya ia pergi ke ayahnya dan bertanya: “ pak…apakah perawanku sama mahalnya dengan emas dan gading?” Ayahnya hanya diam dan balik berkata kepaanya: “renungkalah apa arti perawan bagimu…itulah harganya”.

Seorang gadis datang mengatkan kepaa saya bahwa ia tidak perawan lagi. Ini ssuatu yang jarang dilakukan kaum perempuan yang notabene dikenal sebagai makhluk yang suka menyimapn rahasia pribadinya. Dngan sejuta kata maaf mengisahkan kepada saya. Tetapi entahkah aku mesti percaya semuanya itu? Kronologi ceritanya tidak runtut dan terkesan dibuat-buat. Yang aku bisa lakukan adalah menjadi pendengar yang setia. Sebenarnya aku tidak berharap ia akan cerita begitu kepadaku, meskipun aku tahu dari awalnya arah cerita akan sampai ke situ. Aku justru lebih berharap jika ia bertanya kepadaku apa arti perawan? Apakah perawan selalu diidentikan dengan yang suci? Mengapa ada stigma bahwa yang tidak perawan identik pula dengan yang tidak suci. Ahh…perempuan selalu saja jatuh dalam jurang ketidakadilan.
Hai virgin, bangun dan tataplah masa depan..!!!

Semuanya Kash Sayang (8-14 Feb’ 10)

Ide tentang membuat acara valentine day terlintas begitu saja dalam benak saya. Ide yang telah ada itu akhirnya saya sampaikan pada teman-teman dekat. Semua setuju untuk mengadakan suatu acara bersama di wisma, meskipun ini menjadi hal baru yang tidak biasa dibuat. Ide tersebut saya sampaikan kepada Pater Prefek, Pater Paskalis Lina, seorang imam muda yan baru saja menyelesaikan studinya di Roma. Gayung bersambut, akhirnya ia menyetujuai acara ini dengan cataan dibuat untuk meningkatkan rasa cinta kasih dengan sesama ikita. Kemudian, Sebagai ketua unit, saya membentuk sebuah tim yang bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan acara. Tim itu saya beri nama tim 5, mengikuti sebuah tim yang popular akhir-akhir ini, yang dibentuk presisden SBY untuk mencari informasi tentang masalah di KPK. Anggota tentu terdiri dari 5 orang sesuai dengan namanya. Setelahmengadakan pertemuan teman-teman langsung memilih saya sebagai ketuanya.
Selama seminggu ini, bersama teman-teman, kami membuat rancangan acara yang agak beda dengan acara-acara biasanya. Hai kamis setelah pulang kuliah langsung ke Maumere untuk membeli beberapa keperluan pesta nanti. Ini yang sungguh membosankan. Saya harus membelikan beberapa ornament dekorasi seperti bunga, balon, dll. Seumur hidup ini pertama kali saya membeli barang-barang seperti ini. Pulang dari pasar saya harus ke Patisomba lagi kunjung ade mea yang barusan permandian. Pulang dari sana disuruh bahwa pisang satu tandak. Saya sudah berusaha untuk menolak, tetapi mama di rumah kemudian berkata, “ bahwa saja de, nanti mungkin kalau kepingin makan pisang tinggal makan saja toh”. Seketika itu juga saya langsung ingat bahwa hari minggu ini ada acara di wisma. “Aduh bawa saja, mungkin ini akan jadi makanan tambahan nanti”. Pulang kembali ke unit langsung disambut dengan ledekan dari teman: “uhh…ibu-ibu, baru pulang dari pasar yah?” Dalam hati sata hanya bisa berkata: “ aduh sialan!!”
Bersyukur sekali bahwa hari valentine jatuh pada hari minggu, sehingg a ada kesempatan untuk menyiapkannya dari pagi. Lauk makan siang untuk hari minggu kami pindahkan ke malam. So, siangnya terpaksa makan ikan kering karena beberapa ekor ayam akan dipotong untuk acara malam. Teman Thalis dan Ois, mulai mendekorasi ruangan. Acaranya akan berlangsung di kamar rekreasi. Tidak seperti biasanya yang dibuat di kamar makan. Seluruh acara di buat dalam satu paket. Acara dimulia pada pukul 16:00, yang dibuka dengan Futsal kasih sayang. Dalam pertandingan futsal ini kami dibagi dalam dua tim seturut unit dimana kami tinggal awalnya yakni tim Gabriel dan tim Mikhael. Kami dari tim Gabriel mengenakan kostum orange dan teman-teman dari unit Mikhael mengenakan kostum biru. Pertandigan Futsal akhirnya dimenangkan oleh kami, unit Gabriel dengan skor 5-3. Setelah pertandingan langsung berkumpul untuk menyantap kolak kasih sayang, yang telah disiapkan oleh seksi konsumsi Paul, dkk.
Setelahnya, kami bergegas mandi, untuk siap-siap mengikuti ibadat kasing sayang. Tampak para tamu mulai berdatangan. Ibadat dikemas dengan sangat kreatif oleh teman Charles. Dalam renungannya, ia mengajak kita semua untuk berbagai kasin sayang dengan orang lain orang lain bukan hanya pada kesempatan sekarang ini tetapi kapan dan dimana saja kita berada. Renungan itu berjudul “Make Love Not war”. Sebuah judul yang diambil dari ungkapan yang pernah popular ketika terjadi perang Vietnam. Renungan ini juga diawali dengan kutipan dari buku crime and punishment karya novelis Rusia, Dostoyevsky. Sudah tentut hanya mau menggambarkan kekuatan daya cinta Sonia. Yang membuat ibadat makin menarik di dalamnya ada masmur cinta yang didaraskan bersama-sama. Musik pun mengiringi ibadat, bukan membuat suasana makin romantis, tetapi semuanya hanyut dalam kesadaran bahwa yang namanya cina mesti dibagaikan kepada sesama.
Setelah ibadat, semuanya langsung ke kamar makan, menyantapi makanan apa adanya. Para tamu dibagi ke meja-meja. Di kamar makan kami hanya menghabiskan waktu sekitar 30 menit karena mesti cepat-sepat ke ruang rekreasi untuk mengikuti acara selanjutnya. Ruangan rekreasi tampak sangat cantik malam ini. Ada tiga lukisan besar yang menutupi dinding-dinding ruangan. Di tengah terdapat sebuah logo bertuliskan pujangga sendal jepit. Di sudut sana ada layar yang ditata amat indah dengan tulisan “From Your valentine”. Acara baru dimulai pukul setengah Sembilan malam karena teman-teman masih sibuk mempersiapkan kado valentine. Ada juga para tamu yang datang ingin menyumbangkan lagu sehingga masih butuh penyesuaian dengan organis.
Mestinya malam ini teman Aim yang dipilih menjadi MC. Awalnya ia sudah menerimanya meskipun ia belum sekalipun berdiri di depan umum sebagai MC. Ketika acara mau mulai ia memanggil saya dan minta kesediaan untuk menjadi MC. “Kenapa bro?”, begitulah saya bertanya hendak mencari tahu alasannya. “ Aduh tadinya saya pikir tamunya hanya sedikit tetapi sekarang ada banyak tamu, nyali saya langsung ciut, kawan”. katanya dengan logat kupang. “Wuhhh parah ne, saya juga mau oemong apa”, jawabku. “Yah lu tolong sa…Lu kan sudah biasa MC to? Katanya dengan nada memelas. ” Sialan…!!” kataku dalam hati. Saya akhirnya menerima saja karena acaranya toh akan segera dimulai.
Acara dimulai dengan menyanyikan bersama lagu kasih yang sempurna (Bapa yang kekal). Selanjutnya ada satu dua kata dari kae-kae kaul kekal. Kae Gusti Fasak dipilih untuk mewakilinya. Acara selanjutnya adalah acara request lagu. Teman-teman yang dipercayakan membawakan lagu dimnta untuk menyanyikan di depan. Saat inilah muncul pendatang baru seperti Cello, Elly, dan Kae Ebit. Ada juga tamu yang datang bernyanyi. Pokoknya organis stand by di panggung utama. Setelah acara bernyanyi ria, kami beralih dengan acara tukar kado. Ini yang paling nyentrik. Semua kado dikumpulkan lalu dibagi satu persatu ke masing-masin gorang. Ada yang bungkusannya besar dan cantik, tetapi didalamnya hanya satu buah sampoo bungkus harga lima ratus rupiah. Yang jahat dari teman-teman adalah mereka langsung buka saat itu juga. Teman Eksel mempunyai kado yang paling lain yakni sebuah lukisan bergambarkan bunga mawar. Dalam konsep awalnya ia hendak menghadiakan itu kepada seorang cewek yang sempat hadir malam ini, tetapi sayang karena dibagi secara acak akhirnya lukisan itu jatuh ke tangan Egi Binsasi. “Dengan spontan ia langsung berujar; “sialan, jeruk makan jeruk”.
Pater tidak sempat hadir, pada acara ini karena ada tamu yang mendadak datang di Ledalero. Setelah acara tukar kado, masih ada acara lain lagi yakni tusuk balon. Ada lima balon utama yang tergantung di tengah ruangan. Di dalamnya tentu berisikan kupon yang berisiskan suruhan atau perintah. Yang menusuk balon pertama adalah yang mewakili teman-teman kelas dua. Teman Thalis dipercayakan untuk mengambil undian, dan pilihannya jatuh pada teman Elly. Jadi teman elly yang menjadi penusuk balon pertama. Setelah menusuknya, ada pun suruhan yang ia dapatkan yakni bercerita tentang pengalaman jatuh cinta. Suasana makin ramai karena, dari sekian banyak orang, teman Elly lah yang paling imut, dan dia selama enam tahun berada di seminari sehingga terkesan sangat lugu. Tetapi ia sangat jujur menceritakan bahwa ia belum pernah pacaran, hanya pernah naksir orang. “Hehehe, yang benar saja nih,,kalau begitu siapa yang mau pacaran dengan teman kita yang satu ini sillakan tembak dia duluan”. Kelalakarku disambur dengan suara tawa dari banyak orang.
Penusuk balon yang kedua adalah teman Eksel. Suruhannya adalah bergoyang sambil diiringi lagi Nona Lia. Teman eksel yang terkenal sebagai seorang yang humoris, membuat suasana makin kocak, Semua orang memegang perut karena saking lucunya. Balon yang ketiga berisikan suruhan untuk mengekspresikan pengalaman ditolak oleh cewek. Sedangkan balon yang keempat ditusuk oleh teman Cello, yang kuponnya berisikan perintah untuk menunjukkan cara berdansa yang paling baik. Kebetulan balon terakhir kami percayakan kepada para tamu yang tusuk. Adik Elin, seorang mahasiswi akper St. Elisabeth Lela, dan suruhannya yang sama yakni berdansa. Maka, kami sepakat untuk menggabungkan keduanya. Teman Cello dan adik Ellin akhirnya berdansa. Ketika sampai di pertengahan lagu, ternyata muncul beberapa pasangan lain yang ingin berdansa pula. Sialan,,,,padahal yang lain ada maunya…hehe!
Acara terakhir adalah sepatah kata dari Tim 5, saya sendiri yang langsung mewakilinya, sekedar momohon maaf atas acara yang alakadarnya dan sekaligus berterima kasih untuk semua yang sempat hadir dalam acara ini. Acara ditutup dengan gawi dan jai bersama. Selanjutnya, adalah acara bebas. Ada yang bergoyang ria, ada yang lebih memlih untuk bercerita dengan teman-teman. Makanan ringan disedikan diatas meja, yang ingin makan dan minum silakan ambil sendiri. Satu hal yang bisa saya terima dari pengalaman hari ini adalah: kita tidakmesti membatasi anugerah cinta yang diberikan Tuhan kepada kita, hanya untuk diri kita sendiri. Cinta itu mesti dibagikan kepada sesama kita. Hari ini kami telah melewati bebrapa kegiatan yang bernuansa kasing sayang, futsal kasing sayang, ada makan kolak kasih sayang, ibadat kasih sayang, acara makan kasih sayang, bagi-bagi kado kasih sayang, pokoknya semuanya kasih sayang,hehehehe!!!

বুধবার, ১৭ মার্চ, ২০১০

MAKNA DI BALIK PENGALAMAN (1-7 Feb)

Tak jarang orang merasa jenuh dengan kegiatan yang ada. Terkadang pula orang merasa bahwa setiap kegiatan yang diulang terus-menerus adalah aktivitas klasik yang monoton. Orang cenderung mencari suatu kegiatan lain yang mungkin lebih santai dan penuh dengan suasana rekreatif untuk menghilanhkan rasa jenuh. Persis seperti itulah yang selalu dilakaukan orang ketika memasuki masa liburan. Mengenai situsi jenuh ini, saya pernaha bertanya kepada Pater Kirch demikian: “Tuan, apa tidak bosan setip hari mesti bangun jam 04.30, dan sore harinya pukul 15.30 harus cek air di bak?” Pater tidak menjawab dengan mengungkapkan alasan tetapi dengan sebuah pernyataan yang sarat makna, “ Kalau setiap kegiatan dilihat sebagai peristiwa tentu setiap orang akan cepat merasa bosan, tetapi jika dilihat sebagai latihan yang terus menerus, maka kita sebaliknya tidak akan pernah merasa jenuh Karena di dalamnya yang kita peroleh adalah bobot intensitasnya”. Saya akhirnya sadar bahwa hal yang paling penting dalam menjalani suatu rutinitas hidup adalah bobot intensitas yang kita terima. Sama halnya dengan seorang yang sedang latihan bermain musik, dari hari ke hari bobot intensitas semakin bertambah.
Awalnya saya tentu mempunyai asumsi yang sama tentang rutinitas yang menjenuhkan. Tetapi kata-kata Pater di atas setidaknya menguatkan saya untuk tidak pernah jenuh dengan setiap kegiatan yang ada. Karena itulah, saya menerima tawaran dari teman Charles untuk mengisi liburan ini dengan mengisi liburan kali ini di Yayasan Dian Desa. Cukup berat memang, karena saya mesti membatalkan semua program yang telah saya buat sebelumnya. Tetapi kesempatan seperti sangat berharga dan berguna untuk mengembangkan kemandirian dan kreativitas kita.

Gambaran Kegiatan
Kegiatan kami berlangsung selama lima hari. Ada tiga kegiatan umumnya yang saya rangkum, yakni: kegiatan lapangan di Reroroja (kecamatan Magepanda), kegiatan di Pulau Pamana, dan kegiatan pendalaman berupa sepatah kata peneguhan dari kakak-kaka di Dian Desa. Pertama, Kegiatan Cinta lingkungan. Kegiatan in belangsung selama dua hari yakni pada hari selasa (2/2) dan Sabtu (6/2). Pagi-pagi setelah makan kami mesti cepat-cepat turun ke Maumere karena tepat pukul 08.00 kami mesti harus berangkat ke Magepanda. Pada hari selasa dari pagi sampai sore kami bekerja di kebun. Pekerjaan kami adalah menggali lubang untuk menanam pohon jarak (dammar) di salah satu lereng bukit.
Di bawah teriknya matahari, kami mesti menggali ratusan lubang dengan jumlah anggotanya hanya lima orang. Tetapi saya sungguh menikmati pekerjaan ini. Makan siang di kebun dengan makanan yang dibeli dari warung. Setelah makan siang ada pekerjaan lain lagi. Kali ini kami membuat sebuah tempat untuk istirahat, persis di bawah dua pohon rimbun. Banyak karyawan Dian Desa yang dilibatkan karena pekerjaan cukup berat, yakni membuat sebuah fondasi dengan campuran semen setinggi 2 meter. Saya hanya bisa bayangkan betapa indahnya tempat ini nanti ketika semua pohon jarak sudah tumbuh besar. Orang akan ramai berkunjung ke tempat ini. Kami baru pulang sore harinya dan langsung diantar ke unit.
Pada hari sabtu, yang kami kerjakan bukan lagi menggali atau membuat tempat istirahat yang baru, tetapi kali ini kami menanam pohon jarak sebanyak 500 pohon. Kami semua berjumlah tujuh orang dengan pembagian; satu orang menyiram pupuk, satu orang meletakan tempurung yang masih melekat dengan sabut kelapa di setiap lubang. Kami yang lainnya mendapat tugas untuk menanamnya. Panas matahari kali ini lebih dasyat lagi. Kami harus beristirahat beberapa kali. Seperti biasa makan siang di kebun. Kira-kira jam dua siang kami harus pulang karena di dian desa ada tamu yang baru datang dari Swiss dan Perancis.
Kedua, Water Pyramid Pamana. Setelah mendapat isinan dari Pater prefek, sesudah pertemuan unit pada hari rabu (3/2), kami langsung ke Maumere untuk siap-siap bergeggas ke pulau Pamana. Kami tidak sempat mampir ke Dian Desa karena buru-buru ke pelabuhan. Syukurlah kapal ke Pemana belum berangkat. Seharusnya sudah berangkat karena biasa paling lambat jam satu siang. Tetapi kali ini kapal masih menunggu bos kapal yang masih ada urusan di Maumere. Kami baru bertolak dari pelabuhan kira-kira pukul 14.00.
Perjalanan kira-kira berlangsung selama dua jam. Kami turun di Nolo, sebuah kampung di pantai selatan pulau Pamana. Seorang karyawan dian desa telah menunggu kami di sana. Dari pelabuhan menuju ke rumah pyramid sekitar setengah kilo. Kami menempuhnya dengan berjalan kaki. Kami menginap di sebuah rumah dekat water pyramid bersama ketiga teman dari dian desa yang bekerja di sana. Sore itu kami dijelaskan bagaimana keseluruhan proses penyulingan dari air laut menjadi air tawar. Intinya adalah proses kondensasi atau penguapan. Dengan bantuan matahari akan terjadi penguapan. Hasil uapan akan disalurkan ke suatu wadah. Air hasil uapan ini adalah air murni, air aki, yang bisa diambil untuk dijual. Kemudian air ini akan dialirkan ketempat filter. Disana akan digabungkan dengan mineral dan karbon. Dan kita bisa langsung mengkonsumsinya. Tidak rasa asin atau kapur lagi. Sungguh ini teknologi gila. Saya bersyukur karena dijelaskan dengan sangat detail tentang teknologi ini.
Hari kamis, kami diajak jalan-jalan di sekitar kampung, melihat proyek jamban (toilet). Sangat beruntung masyarakat Pamana. Mereka dibangun dengan cuma-cuma Wc, hampir setiap keluarga. Keadaan masyarakat di pulau Pamana masing cukup sederhana. Penghasilan mereka adalah yang mereka peroleh dari kerja melaut dan menjual rombangan. Mereka tidak pernah mengharapkan hasil kebun karena lokasi yang sangat gersang dan berbatu. Apalagi hujan tidak pernah turun. Seorang bapak pernah mengisahkan kepada saya, bahwa tahun ini akan terjadi kelaparan hebat karena huan tak kunjung datang sementara hasil melaut dan dagang mereka kian berkurang.
Hari Jumat pagi-pagi kami bertiga diperkenankan masuk ke dalam rumah pyramid yang seharusnya dilarang masuk kepada setiap pengunjung. Kami bersyukur karena mendapat izinan langsung dari pimpinan Dian Desa. Kami masuk ke dalam tepat pukul 05.30, dan harus bergegas cepat keluar sebelum matahari muncul. Karena jika terkena sinar matahari panasnya bisa mencapai lebih dari 50 derajat Celsius. Jam 8 pagi kapal bertolak dari Pamana.
Ketiga, bincang-bincang dengan beberapa kakak di dian Desa. Ada satu dua hal yang dibicarakan tentu menguatkan saya dalam memaknai hidup ini. Saya sangat tertarik dengan sharing dari kae Pius Herin tentang kemandirian dan perjuangan hidup. Saya akhirnya setuju bahwa perjuangan untuk mempertahankan hidup tidak mudah.

Menimba makna Pengalaman Hidup
Jika kegiatan ini hanya untuk sekedar berlibur dengan nuansa rekratif maka saya mungkin memilih untuk tetap tinggal dan tidak mengikuti kegiatan ini. Tetapi yang kami lakukan adalah bekerja dan melatih keterampilan kami. Tiga hal yang seperti yang saya jabarkan di atas ternyata memberiku banyak nilai. Dari segi pengalaman saya sungguh diperkaya, tetapi ada juga nilai-nilai lain yang sangat sangat berkaitan langsung dengan hidup dan panggilanku.
Pertama, nilai perjuangan. Penglaman ini mengajarkan saya bahwa yang namanya hidup itu tidak semudah membalikan telapak tangan. Hidup itu butuh perjuangan. Nilai perjuangan ini saya peroleh dari pengalaman bekerja di bawah teriknya matahari. Entah disengaja atau tidak waktu kami bekerja tidak ada air untuk minum sekedar pelepas dahaga, saya yang sudah sangat haus akhirnya meminta air dari seorang kayawan. Ia kemudian mengambil aqua tab, karena memang yang ada hanya itu saja. Saya merasa sangat susah untuk minum air ini, baunya begitu menyengat. Tetapi apa boleh buat, air tidak ada lagi, terpaksa diminum saja. Hasilnya bukan melepaskan dahaga malah membuat saya pusing. Ketika pulang ke kantor Dian Desa bapak Petrus, pimpinan Yayasan Dian Desa, mengejek saya, “makanya sesekali keluar juga rasakan sulitnya hidup di luar dan jangan terlalu manjakan diri dengan hidup yang enak-enak dalam biara”. Sialan…tetapi benar juga setelah saya pikir-pikir kemudian.
Di sini, saya diajarkan bahwa untuk mecapai sesuatu yang kita cita-citakan butuh perjuangan dan kerja keras. Dalam hal ini termasuk menapaki tapak-tapak panggilanku. Saya kembali teringat kata-kata bapak pembimbing rohaniku, bahwa perjalanan yang paling melelahkan adalah perjalanan menuju batin kita. Dan separuh bagian dari formasi kita adalah pergulatan dengan batin, soal disermen dan refleksi-refleksi. Ini baru bergulat dengan batin. Belum lagi kita dihadapkan dengan tuntutan akademis, pastoral misoner, dll. Dengan pengalaman bekerja seperti ini saya diajarkan untuk tetap melihat panggilanku sebagai sesuatu yang mesti perlu diperjuangkan.
Kedua, mengasah kreativitas. Berkreasi merupakan salah salah satu ciri khas manusia. Hidup tanpa kreativitas sebenarnya tidak layak untuk dihidupi. Pola hidup tanpa kreativitas adalah pola hidup pasif dan reseptif. Bergabung dengan lembaga sosial masyarakat (LSM), yang terlepas dari institusi formal pemerintah, sangat dibutuhkan kreativitas dari anggotanya. Saya melihat bahwa orang yang bekerja di Dian desa sangat tekut dan terampil baik itu di lapangan maupun di kantor. Pengalaman ini mengajarkan saya untuk lebih kreatif sehingga hidup tidak terkesan monoton. Kreativitas bagi kita sebagai kaum religius misioner menggairahkan panggilan kita. Tanpa kreativitas hidup akan monoton. Mungkni saja panggilan akan terasa sangat kering.
Ketiga, kemandirian. Dalam bincang-bincang dengan teman-teman di Dian Desa, saya sempat tersentak ketika mendengar komentar bahwa, kita yang tinggal di dalam biara tidak mengerti banyak tentag kesusahan masyarakat di luar. Ini sebuah kritikan. Hidup itu sangat sulit. Untuk bertahan hidup orang mesti membanting tulang. Kita di dalam biara segala sesuatu telah disiapkan. Jika tiba waktu makan, kita berbondong-bondong ke kamar makan, santap makanan yang telah disediakan dan hasil dari usaha kerja keras orang lain. Sepintas saya merasa kaget karena toh itulah konsekuensi hidup membiara. Tetapi yang berbicara adalah kakak-kakak dari LSM yang tentunya banyak mengetahui keadaan masyarakat kecil sekaligus mereka juga pernah lama tinggal di dalam biara. Saya akhirnya menginsafinya, Yah begitulah. Tetapi pesan menarik yang saya terima adalah mulai dari sekarang saya mesti bisa hidup mandiri meskipun tinggal dalam komunitas. Bisa dimulai dari hal-hal sederhana seperti hemat menggunakan uang pribadi atau selalu mencatat setiap pengeluaran dan pemasukan. Tanggung jawab terhadap setiap tugas yang diberikan kepada kita, dll. Selain itu, ada hal lain yan gbisa say terima dari pengalaman ini. Singkatnya dengan kegiatan semacam ini saya sungguh diperkaya.
Akhir kata, suatu ketika kakak saya pernah menceritakan pengalaman pastoral kepada saya. Dia baru saja menyelesaikan praktik pastoral di salah satu paroki di pulau jawa. Kepada saya diceritakan bahwa ketika pertama kali datang ke paroki tempat ia berpraktik, seorang bapak bertanya kepadanya: “Frater, datang kesini bawa apa ke sini? Kalau hanya menegaskan bahwa Allah itu baik kami sudah tahu”. Kakak saya hanya bisa terdiam, begitu kisahnya. Kiranya pengalaman beberapa hari berada di Yayasan Dian Desa memberikan saya keterampilan dan pengetahuan praktis yang cukup untuk bekal pastoralku di masa depan. Saya selalu yakin bahwa dalam setiap pengalaman selalu ada makna dannilai yang bisa kita petik. Sekali lagi, pengalaman ini sungguh memperkaya diri saya.

Dua Kesalahan Teknis (25-31)

Hari-hari belakangan ini seolah-olah menjadi hari paling penting dalam hidupku. Tentu saja aku tidak ingin gagal untuk sebuah usahaku, apalagi usaha yang telah aku lakukan selama satu semester lamanya. Siang dan malam sama-sama padatnya. Setiap hari setelah mengikuti ujian, langsung mulai dengan belajar mempersiapkan diri untuk ujian esok harinya. Kadang siang tidak lagi istirahat, diisi dengan membolak-balikan soal-soal dari tahun-tahun sebelumnya. Sore harinya bangun belajar lagi.sampai dengan pukul 06:45, setelahnya langsung mandi dan bergegas ke kapela untuk mengikuti ibadat sore. Malam hari setelah makan, lanjut diskusi dengan teman-teman, dan di tutup dengan belajar pribadi samapi larut malam. Kadang samapi jam satu malam, kadang juga bisa lebih dari jam satu malam. Esok pagi baru bangun ketika lonceng misa berbunyi.
Tetapi dalam minggu ada dua kesalahan yang saya buat mengenai berkaitan dengan ujian, yakni ujian mata kuliah Kristologi dan mata kuliah pilihan Ethos Global. Persoalan yang terjadi pada mata kuliah Kristologi adalah slah mengerjakan soal. Kami diberi soal tiga bagian, yakni bagian A, B, dan C. nah, suruhannya adalah pilihlah salah satu satu dari masing-masing soal di bawah ini. Dari awalnya saja saya hanya membaca sola sepintas, dan mengerti bahwa yang harus kami kerjakan adalah pilih salah satu bagian, A, B, atau C. tetapi yang dimaksudkan dosen adalah pilih salah satu nomor dari masing-masing bagian. Celakanya, saya pilih bagian B, yang hanya terdiri dari dua soal karena seharusnya yang kami kerjakan mesti tiga soal seluruhnya. Karena hanya dua soal, saya kerjakan itu dalam waktu tidak sampai satu jam, tetapi semua lembaran jawaban diisi penuh.
Ketika selesai ujian, saya baru mendengar informasi dar teman-teman bahwa kami harus mengerjakan soal tiga nomor, pilih satu dari masing-masing bagian. Seketiak itu juga saya segera mencari dosen untuk menanyakan perihal tersebut. Dosen Kristologi, P. Yanus Lobo, SVD, waktu itu sedang ada di kamarnya ketika saya ketuk. Dari dalam kamarnya ia menjawab; “Ia silakan masuk”. Saya pun mengutarakan maksud kedatangan saya. Reaksi Pater biasa saja, seperti biasa tetap JAIM (jaga imej). Dia toh tetap konsisten dengan suruhan soalnya. Dan tentang ini nanti waktu periksa tetap dibagi dengan tiga. Saya makin cemas, kalau lulus poinnya harus mencapai 17 sehingga jika dibagi tiga apatnya 5,6 (C). dan itu mengandaikan saya mendanpatkan poin masing-masing 8,5 untuk masing-masing nomor. Akhirnya, saya pasrah, tunggu saja nilai keluar nanti.
Sementara itu, yang menjaid persoalan pada mata kuliah Ethos Global adalah saya mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh. Mengapa demikian, bayangkan saja besoknya mau kumpul hari ni baru saya kerja Paper. Apa yang saya kerjakan itu, tentu tidak maksimal karena keterbatasan sumber dan terlalu buru-buru mengerjakannya. Bayangkan saja, Jam 10 pagi batas waktu pengumpulan, saya baru print out jam 9: 45. Tidak ada lagi koreksi akhir, yakin saja bahwa apa yang diketik sudah benar. Perjalanan ke kampus selama 10 menit, masih tunggu bemo lagi, dan baru masuk ke kelas persis pada waktu loneng dibunyikan. Sepintasa ada perasaan legah, karena pas waktunya. Tetapi rasa cemas tetap ada karena say sendiri tidak yakin akanmendapat nilai baik. Tunggu saja hailnya nanti.
Dua kesalahan teknis di atas, mestinya tidak saya lakukan dan memang tidak perlu saya lakukan. Ini pelajaran untuk tidak boleh menggap remeh terhadap segala sesuatu. Dari dua pengalamn ini lahir pula dua hal yang menjadi masukan berharga, yakni: pertama, selalu teliti membaca dan mengerjakan soal, dan kedua, tugas-tugas yang diberikan sebaiknya dikerjakan jauh-jauh hari sebelumnya, bukan esoknya mau kumpul baru dikerjakan malam ini. Perlu ada persiapan bahan dalam mengerjakan tugas-tugas sepsrti papar, opini, makalah, dll. Sebab jika tidak pengalamn seperti ini, tidak mustahil akan terulang lagi. Dan, bisa dipastikan nilainya pun tidak akan memuaskan karena dikerjakan tidak maksimal.

MInggu Tenang (18-24 Jan’ 10)

Minggu yang penat. Tidak ada lagi jalan-jalan keluar. Tidak ada lagi begadang sampai malam. Nonton TV diperkurang, main game di komputer juga untuk sementara puasa dulu. Lalu kemana para frater? Semuanya lagi betah di kamar-kamar, sibuk membolak-balikan buku dan diktat. Ada pula yang terlibat diskusi hangat dengan teman-teman. Suasana di unit makin hening. Itulah situasi menjelang ujian. Semuanya sibuk belajar. Minggu ini adalah minggu tenang, persiapan belajar.
Yang pernah tinggal di Ledaero pasti mengenal apa yang dinamakankan belajar injury time. Istilah lain yang biasa dugunakan adalah SKS (Sistim Kebut Semalam). Demikian pola belajar yang berlaku hampir untuk semua mahasiswa. Sejak jauh-jauh hari orang tidak belajar dan menghabiskan waktu dengan kegiatan lain. Nah, ketika ujian tiba baru mulai mukut baik siang dan malam-malam pun. Ada yang mukut dari siang sampai malam, ada pula yang mukut dari malam samapi siang lagi. Pokokknya seru!!!
Hal yang sama juga saya lakukan. Sudah ada banyak refleksi, komitmen, dan niat untuk mengubah kebiasaan seperti ini, tetapi tetap toh tidak berhasil juga, yang ada malahan saya mengulangi hal yang sama. Alhasil, belajar pun jadi spekulatif, sehingga materi dimengerti setengah-setengah pula. Pada waktu ujian hanya andalkan daya nalar yang dikembangkan dari apa yang dimengerti setengah-setengah itu. Tidak entah dengan cara apa lagi saya baru bisa menghentikan kebiasaan buruk ini.
Bagi saya, lebih baik membaca buku-buku terbaru dan popular ketimbang harus belajar mempersiapkan diri jauh-jauh hari, yang hasilnya sama saja, nanti toh pasti lupa lagi. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan selain belajar. Kebiasaan saya ketika mendekati ujian baru mukut dengan belajar. Meskipun hasilnya tidak terlalu maksimal tetapi saya cukup puas dengan hasil yang ada. Karena itu saya suka bertahan dengan kebiasaan dan keadaan saya seperti ini.
Hair sabtu, 16 januari 2010 adalah hari pertama kami mengikuti ujian semester. Mata kuliah yang diujikan adalah filsafat manusia. Saya cukup kerepotan menguraikan jawaban karena yang saya tidak begitu paham betul materinya. Bersyukur bahwa ada satu nomor yang saya barusan lihat ketika hendak masuk kelas mengikuti ujian, dan itupun hanya sepintas. Saya tidak tahu apa yang saya jawab itu benar tetapi pada umumnya yang seperti itulah. Mudah-mudahan saja bisa memperoleh nilai yang baik.
Orang bilang bahwa ujian hari pertama sangat menentukan untuk ujian ke depannya. Entahkah ini benar atau tidak tetapi yang pasti ini karena pengaruh psikologis, yang biasanya dianalogikan dengan senyuman. Awalilah segala sesuatu dengan senyuman maka segala beban kita akan menjadi lebih ringan. Memang, secara psikologis kita akan dipengaruhi oleh hal-hal atau peristiwa yang sebelumnya. Kepercayaan diri pasti akan tumbuh seketika ketika kita sukses di bagian awal.
Berkaitan dengan ini, saya sendiri tidak apakah saya bisa sukses di ujian hari pertamaku ini. Saya juga tidak bisa pastikan bahwa saya gagal dalam ujian hari pertama. Tidak tahu juga apa hasilnya. Intinya saya bisa mengerjakan semua soal dengan penuh percaya diri. Apa yang saya alami di hari-hari selanjutnya, belum bisa dipastikan. Sampai dengan hari-hari terakhir ini baru dua mata kuliah yang diuji, yakni Filsafat Antropologis Karl Rahner dan filsafat manusia.
Saya hanya bisa berharap, semoga selama hari-hari ujian ini saya diberi kesehatan jasmani dan rohani serta keberanian yan gkuat untuk bisa mengikuti ujian dengan baik. Hal yang paling saya cemaskan adalah saya sakit pada saat ujian berlangsung. Karena bila kita sakit maka kita pasti akan mengikuti ujuan ulang. Tetapi yang dipersoalakan di sini bukan karena ujian ulangnya tetapi repotnya menghadapi dosen yang rata “JAIM” (jaga image) dan terkesan jual mahal. Saya akan belajar secukupnya dan tidak berlarut-larut. Tuhan tolong, berilah aku kesehaan jasmani dan rohani.

Terlambat!! (11-17 Jan’10)

Sebuah awal untuk melangkah maju,
Menembusi peliknya sang waktu bermain
Sebuah niat untuk menatap masa depan,
Mendamaikan mimpi-mimpi dan takdirku
Siapakah engkau yang berani menghalangi langkahku
Siapakah engkau yang menguburkan semua mimpi-mimpiku
Yang merekat nyanyian burung,
menjelang hujan,
di halaman belakang bulan januari.
Hatiku tertambat,
Rasaku beku membatu
Tak bisa kuuraikan lagi apa bedanya hasrat dan gejolak
Membias begitu saja
Tanpa aku mengerti seutuhnya.
Di depan ada jalan runtuh
Jalan belakang pun sudah mendung
Hari mulai malam,
Aku bahkan tak bergairah lagi untuk melangkah pergi
Walau selangkah dua langkah,
Yang ada hanya menyesal
Mestinya aku telah berangat sebelum subuh
Mestinay aku telah berpaling sebelum bulan berpaling
Terlambat, aku mesti mengukir cerita baru!

(Nita,17/01/10)

বুধবার, ৩ মার্চ, ২০১০

Bernazar di Awal Tahun (4-10 Jan' 10)

Apakah waktu itu benar-benar ada?JIka ia mengalir seperti air mengapa kita tidak sanggup melihatnya? Jika ia berehembus seperti angin mengapa kita tidak bisa merasakan? Pertanyaan ini terus menghantuiku setelah beberapa hari ini merasakan hidup di awal tahun. Kadang saya berpikir mengapa waktu mengalir begitu saja. Mengapa pula kita manusia tidak dapat menghentikan putaran waktu, atau membuat perulangan waktu. Laig-lagi pertanyaan ini menghantarkan saya pada suatu permenungan mendalam tentang arti esensial waktu.
Berbicara tentang waktu saya teringat pada sebuah film dengan judul Glitch, yang diperankan oleh Andika Pratama, dkk. Film tersebut mengisahkan adanya perulangan waktu. Kejadian yang pernah kita rasakan sekarang juga pernah kita alami sebelumnya, persis tanpa perubahan. Mereka berusaha menemukan adanya kecendrungan semacam ini dengan suatu kajian ilmiah, tetapi pada akhirnya mereka tetap pasrah dan tidak sanggup. Film ini juga berkisah tentang pencarian terhadap seseorang yang diyakin mempunyai kemampuan dan pengetahuan yang amat baik tentang waktu. Dia ini adalah seorang penguasa ruang waktu. Sampai akhirnya ia meninggal dan semuanya menjadi tentang kembali.
Menonton film seperti ini juga membuat badan kita merinding. Kadang peristiwa tersebut terjadi pada kita. Ada dua kejadian yang saya alami dalam diri saya tentang kecendrungan seperti ini. Pertama kali ketika masih duduk di bangku SMP kelas dua. Suatu malam saya pernah bermimpi bertemu dengan seorang gadis. Gadis itu ruanya sangat familiar meskipun dalam mimpi itu sya tidak bisa memastikan kapan pernah saya bertemu pertama kali dengannya. Kami sangat akrab bercerita dan berkelakar layaknya dua orang sahabat. Tetapi ini hanya dalam mimpi. Tiga harinya sesudah bersama teman-teman kami mengunjungi sebuah asrama putri. Posisi saya waktu itu hanya sebagai pengikut, tidak ada satu orang pun yang saya kenal di asrama tersebut. Ketika sedang duduk dengan bercerita di sebuan pendopo, saya kaget ketika seorang gadis datang ke arah kami dan langsung duduk persis di sebelah saya. Saya lama sekali berpikir dimana saya pernah bertemu dengan gadis ini. Wajahnya familiar sekali. Seorang teman memperkenalkan kami. Say akhirnya bernani berrtnya: apa kita pernah bertemu sebekumnya? Ia menggelengkan kepala, tetapi kemudian berkata bahwa dia sepertinya pernah bertemu denganku sebelumnya. Saya mecoba mengingat-ingat sebentar. Setelah bertanya dari mana asalnya, saya pastikan bahwa kami tidak pernah bertemu sebelumnya karena daerah asal kami yang berbeda dan jauh, dan juga tidak ada kemungkinan untuk bertemu dengannya karena dia adalah anak pindahan. Gadis itu ternyata adalah orang yang pernah saya mimpi semalam.
Perisitiwa kedua terjadi pada waktu saya kelas dua SMA, saya pernah berminpi pada suatu malam, seorang teman mengagetkan saya ketika saya hendak ke toilet. Seketika itu juga saya pun kaget dan bangun dari tidur. Saya turun dari tempat tidur dan langsung menuju ke toilet. Ketika memasuki sebuah lorong di toilet saya kaget dan jantung saya rasanya hampir berhenti seketika. Seorang teman mengagetkan saya. Situasinya persis sama dengan yang saya alami dalam mimpi, dan saya dikagetkan oleh orang yang sama. Ketika kembali ke tempat tidur saya hanya bisa duduk merenung sambil bertanya apakah waktu pernah berulang.
Kejadian seperti ini mungkin di satu sisi membuat kita merasa takut, tetapi saya akhirnya merefleksikannya sebagai suatu pelajaran dan masukan, bahwa setiap kegiatan mesti dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan sungguh-sungguh. Setiap usaha dan kerja keras saat ini tidak akan terulang lagi pada masa depan. Kalau pun itu terulang pasti ceritanya lain lagi. Ada tiga hal yang mesti aku buat di tahun ini, yakni lebih rendah hati, peduli kepada orang lain, dan kembangkan bakat yang ada. Semoga Tuhan memberkat niat baikku ini.