বুধবার, ১৭ ফেব্রুয়ারী, ২০১০

BERPASTORAL DENGAN BERMAIN MUSIK (28 Des-3 Jan’2010)

Awal Kata
“Hidup yang tidak direfleksikan tidak layak untuk dihidupi”. Demikian seruan klasik dari Aristoteles yang sering diperdengarkan kepada kita. Merefleksikan suatu pengalaman kehidupan bukan sekedar mengenang atau mengisahkan ulang semua pengalaman yang telah kita lewati, tetapi lebih dari itu, semua pengalaman kita perlu dijejak-maknai. Dalam refleksi kita mencari entahkah ada nilai terdalam yang bisa kita petik dari pengalaman kita itu. Karena itu seluruh pengalaman kita perlu dikenang kembali, diolah, dan dinilai sejauh mana pengalaman itu berarti bagi kehidupan kita. Dalam hal ini setiap pengalaman bukan hanya dinikamati tetapi serentak pula perlu dijejak-maknai agar hidup kita kian lebih berarti dari hari ke hari.

Arti kehadiran Bersama Umat
Terhitung sejak tanggal 29 Desember- 1 Januari 2009 saya berada di Stasi Patisomba paroki Nangahure. Kehadiran saya di sana bukan untuk membawakan materi katekese, bukan pula untuk memimpin ibadat selama pekan natal, tetapi saya diminta untuk mengiringi kor pada malam tutup tahun dan pada hari tahun baru, hari raya Maria Bunda Tuhan. Saya dijemput pada hari selasa, 29 Desember 2009 di unit oleh Bapak ketua stasi, dan selama tiga malam menginap di rumahnya sambil secara rutin mengikuti latihan kor di dua kelompok yang berbeda.
Hal pertama yang mau saya soroti di sini adalah sesuatau yang terlepas dari kegiatan latihan nyanyi dan sebagainya, yakni ada bersama umat. Ini mengingatkan saya kepada setiap kegiatan live in yang pernah saya jalani. Live in yang secara harafianya berarti tinggal di/bersama umat, ternyata seringkali dipadatkan dengan berbagai macam kegiatan, sampai-sampai kita seindri tidak merasakan situasi umat, dan malah sebaliknya lebih merasakan kesibukan kita di tengah-tengah umat. Itu hal yang selalu saya cemaskan, bahwa orientasi untuk hadir dan merasakan situasi umat akan sirna lantaran kesibukan kita dalam setiap kegiatan saat berada bersama umat. Karena itu, ada berada bersama umat bukan berarti hanya sekedar ada tetapi merasakan langsung situasi umat.
Selama tiga berada di stasi ini, saya menemukan adanya situasi yang berbeda sekali dengan situasi dengan situasi di unit. Perbedaan itu nampak hampir dalam segala hal. Sebagai contoh misalnya waktu bangun tidur pagi, saya selau dikagetkan oleh bunyi music dalam rumah yang diputar cukup keras. Ini tentunya tidak akan saya temukan di unit. Selain itu, saya merasa seperti tinggal di rumah sendiri ada persaudaraan dan kekeluargaan. Ada pekerjaan rumah yang sempat saya kerjakan seperti menyiram sayuran, memberi makanan babi, dan menyapu halaman. Meskipun dilarang untuk bekerja tapi saya toh tetap kerjakan.
Dalam lingkup yang lebih luas, di stasi misalnya, kesadaran umat untuk berpartisipasi dalam kegiatan bersama masih kurang. Misalnya kegiatan kerja bakti pada hari akhir tahun dihadiri oleh sedikit orang itu pun karena dipanggil lagi padahal telah ada kesepakatan bersama. Atau juga kegiatan doa bersama pada malam tahun baru hanya dihadir oleh orang-orang tua, dan anak muda baru datang ketika musik mulai dibunyikan pertanda acara bebas telah dimulai. Belum lagi kegiatan berlangsung sangat molor karena alasan banyak kesibukan untuk meyongsong tahun baru. Itulah situasi umat kita.
Yang menjadi pertanyaan dalam benak saya pada waktu itu adalah apa arti kehadiran saya di tengah situasi umat seperti itu. Dalam lingkungan kecil di keluarga, di rumah tempat dimana saya menginap, saya selalau berusaha melibatkan diri dalam setiap pekerjaan di rumah. Selain itu berusaha untuk member contoh yang baik dalam setiap kegiatan, semisal mengajak mereka untuk doa bersama sebelum dan setelah makan, hal yang jarang sekali mereka buat, atau bahkan tidak pernah sama sekali mereka lakukan. Dalam lingkup yang lebih luas, di stasi, keterlibatan untuk kerja bakti dengan umat pada hari tutup tahun di sekitar kapela sudah menjadi contoh bagi umat notabene sulit sekali berpartisipasi dalam kegiatan bersama seperti ini. Tambahan pula dengan beberapa wejangan tutup tahun yang berisi satu dua hal ajakan untuk berubah di tahun yang baru nanti.
Kehadiran saya di tengah umat tentutnya mempunyai kesan tersendiri bagi umat. Entahkah apa kesan mereka terhadap kehadiranku, tetapi saya yakin telah hadirkan yang terbaik di tengah-tengah umat. Saya hadir dan larut dalam setiap kegiatan dan situasi mereka sekaligus memberikan teladan yang baik ketika menemukan satu dua hal negatif. Demikianlah, kehadiran saya mempunyai arti tersendiri bagi mereka.

Mengiringi Kor : Sebuah Pewartaan?
Tujuan utama berada di Patisomba adalah membantu umat di Patisomba dengan bermain orgel, mengiringi kor pada perayaan ekarisiti malam tutup tahun dan pada hari tahun baru. Karena itu tiga hari berada di sana kegiatan intensif yang kami lakukan adalah pemantapan kor. Selama ini mereka telah berlatif secara akapela, dan baru sekarang mulai peneyesuaian dengan musik. Tetapi saya tidak menemukan kesulitan karena lagu-lagu yang dinyanyikan tidak terlalu berat, ditambah lagi feeling musik yang sangat baik dari umat dalam bernanyanyi membuat saya tidak kewalahan dalam mengiringi kor. Dalam hal ini saya sependepat dengan tesis yang mengatakan bahwa orang NTT mempunyai feeling bernyanyi yang sangat baik.
Pertanyaannya adalah apakah mengiringi kor adalah suatu kegiatan pewartaan? Mengiringi kor memang tidak sama dengan membawakan katekese ataupun memimpin sebuah upacara liturgi. Hemat saya, mengiringi kor juga juga mengandung aspek kerygmatis (pewartaan). Musik dan nyanyian dalam suatu perayaan ekaristi merupakan bagian dari liturgi itu sendiri yang membantu umat untuk bermenung dan berziarah menuju Allah dalam doa-doa. Dengan berdoa dan bernyanyi, umat mengambil bagian dalam perayaan keselamatan Allah. Jika ada pepatah latin yang berbunyi; Qui bene cantar bis orat (yang bernyanyi baik berdua dua kali), apalagi yang bermain musik baik.
Pengalaman berlatih bersama umat, tentu saja bukan kegiatan tanpa makna, atau hanya sekedar mengisi waktu. Ada beberapa nilai yang bisa saya petik dari kegiatan ini. Pertama, Aspek formatif. Setiap kegiatan yang saya lakukan entah itu di dalam komunitas maupun di luar komunitas tetap saya anggap sebagai sebuah pembinaan atau formasi. Ini merupakan kesempatan bagiku untuk melatih dan mengembangkan kehidupan misionerku. Saya hadir dan berlatih bersama umat menjadi bagian dari formasi di seminari tinggi ini. Meskipun tugasnya tidak sehebat dan seberat karya pastoral lainnya tetapi saya betul merasa dilatih untuk tugas misioner di masa depan.
Kedua, melayani umat yang membutuhkan bantuan kita. Saya melihat tugas ini bukan karena ada permintaan dari umat bahwa mereka sangat membutuhkan organis ataupun karena telah diberi izin oleh pater prefek, tetapi dalam hati, saya membantu umat di stasi Patisomba dengan ikhlas. Kalau seandainya saya menerimanya dengan berat hati tentu itu akan membuat saya tidak merasakan suatu nilai apapun dari apa yan gsaya lakukan. Ketiga, dengan bermain musik saya juga turut mengembangkan bakat dan potensi yang ada dalam diri. Jarang sekali saya mendapat kesempatan untuk mengiringi kor di luar komunitas. Berdasarkan pengalaman, saya selalu merasa gugup ketika mengiringi kor di luar komunitas. Tidak tahu apa alasannya. MUngkin saja karena jarang tampil di hadapan umat di luar. Karena itu, kesempatan ini menjadi sangat berharga bagi untuk mengasah mental agar tidak grogi atau gugup ketika mengiringi umat yang bernyanyi

Penutup
Dalam kuliah teologi pastoral tanggal 25 September 2009, pernah disinggung bahwa setiap pengalaman pastoral harus dapat direfleksikan (melihat ulang) dan dievaluasi (menarik keluar nilai). Pengalaman berada di Patisomba dan berlatih nyanyi bersama umat bukan haya sekedar pengalaman kosong tanpa makna. Pengalaman ini layak direkfleksikan dan dievaluasi. Meskipun dalam waktu yang kian singkat, berada bersama umat dan membantu umat dengan bermain musik, saya merasa sungguh telah diperkaya secara khusus dalam kehidupan misionerku. Ini tentunya menjadi salah satu latihan bagiku bagaiman harus tampil dan berada bersama umat, yang tentu menjadi belal yang sangat berarti bagiku untuk karya misioner di masa depan.

CHIRSTMAS AND MODERN PUPULAR CUSTOM (21-27 Des)

Christmas is an annual moment celebrated on December, that commemorates the birth of Jesus of Nazareth. In this special celebration, the Christian belief that the Messiah foretold in the Old Testament's Messianic prophecies was born to the Virgin Marry. The story of Christmas is based on the biblical story especially story of the Gospel’s author. Jesus was born to virgin Marry, assisted by her husband Joseph in Bethlehem.
According to popular tradition, the birth took place in a stable, surrounded by farms animals, though neither the stable nor the animals are specifically mentioned in the Biblical accounts. However, a manger is mentioned in Luke 2:7 where it states "She wrapped him in cloths and placed him in a manger, because there was no room for them in the inn." Shepherds from the fields surrounding Bethlehem were told of the birth by an angel, and were the first to see the child. Many Christians believe that the birth of Jesus fulfilled prophecies from the Old Testament.
Although Christmas is a Christian faith ceremony, but it also widely celebrated by many non-Christians. We can see it in modern customs. In lately fact, there are popular modern customs when Christmas season or Christmas holiday comes, include gift-giving, Christmas song, greeting cards to the others, a special meal, church celebrations, and the display of various decorations like Christmas trees, stars and angel statue, Christmas lights, and the other nativity scenes. In addition, Father Christmas (usually known as Santa Claus) is a popular figure in many countries, with the bringing of gifts for children. Thus, all these customs show us that Christmas is celebrated in many ways, not for Christian only, but also for many non-Christians especially those who interested the art and custom nativity on the Christmas.
Furthermore, in other hand, Christmas can change economical situation. Christmas is typically the largest annual economic stimulus for many nations. Sales increase dramatically in almost all retail areas and shops introduce new products as people purchase gifts, decorations, and supplies. For example, in the Unite State (US), the "Christmas shopping season" generally starts earlier. They begin selling Christmas items as early as October. In most Western nations, Christmas the least active day of the year for business and commerce; almost all retail, commercial and institutional businesses are closed, and almost all industries cease activity (more than any other day of the year). One of economist’s analysis calculates that, despite increased overall spending, Christmas is a deadweight loss under orthodox microeconomic theory, due to the effect of gift-giving. This loss is calculated as the difference between what the gift giver spent on the item and what the gift receiver would have paid for the item. Many people find this time particularly stressful. As a remedy, and as a return to what they perceive as the root of Christmas.
Based on this reality, some questions appear as a pity feeling of this case. What the basic values we can learn from the Christmas celebration? What we should spend all lot of money just for material ornament to say welcome to our Lord Jesus? The Christian faith doesn’t teach and invite us to be consumptive and materialistic in welcoming Christmas. “Peace in heart peace on earth” is not merely classic term that always we heard on the Christmas season, but it is full of meaning. “Glory to God in the highest, and on earth peace, good will toward man.” The peace which had proclaimed by angels when Jesus was born, teach us as the Christian to offer it each other. Everybody can’t stop this amazing peace in his own body only. And next question is how can we offer the peace of Christmas to the other?
Look at the reality around us! The poverty is still mayor issue in our province. Many people still be short of material things that can’t support their life. We usually heard some testimony or comment whom talk about this province as poor province in our country. We can’t avoid speaking about this reality and must recognize it as a problem. In other hand, majority of persons in this province is Christians whom put their faith deeply to Jesus Christ. Christmas is the joy o world. Jesus comes with special mission to find out the poor and all those who was sick. That’s why, the light of Christmas is not limited on popular modern custom with all the scene nativity, Christmas ornament, Christmas trees, etc, but it also teach us to be care with the lack people. Christmas is not identical with a new and expensive clothes but it will be meaningful if we practically love and pay attention to all those who need a help. Happy Christmas to you all, peace in heart peace on earth!













































.

Menanti (14-20 Des’ 10)

Aku menatap langit pada malam ketilam
Beribu bintang gemerlap nan pesona
Ada satu bintang yang berpijar
Kilau gemilau seolah-olah menyapaku
Anganku melayang menaptapnya
Lamunanku terbang bersamanya
Takjub tak berdaya,
Apakah sudah saatnya? Demikian hatiku selalu bertanya-tanya
Ahh..sabarlah sedikit bintangmu tak akan mengecewakanmu.
“Bagaimana kalau ia akhirnya berhenti bersinar?
Bagaimana kalau pagi keburu datang?
Sungguh aku sudah tak sabar lagi!!!”
Bintang itu pasti datang kepada kita, hanya saja belum saatnya
Tetapi bagaimana mungkin engkau bisa tahu kalau ia akan datang kepada kita
“Ahhh…apakah anda orang baru di tempat ini?”
Semua orang kini menantinya
Mengharapkan ia datang secepatnya
Para nabi pada jaman dahulu kala telah bernubuat
Tetapi kenapa mesti bintang yang kita nantikan?
Lihatlah saja cahayanya
Ia akan masuk menerobos masuk ke dalam relung hati kita
Membawa kita keluar dari ruang gelap
Menjadikan kita sebagai pemenang
Dialah satu-satunya penyelamat kita!!!

Cepat Sembuh sahabatku! (7-13 des’09)

Minggu ini, saya banyak menghabiskan waktu di rumah sakit. Nando belum sembuh-sembuh juga. Kondisinya akhir-akhir ini makin parah saja. Semua keluarga ramai pulang pergi dari kampung. Ada yang datang dan ada yang pulang. Beberapa kali saya mesti nginap di rumah sakit. Saya mesti banyak berada di rumah sakit karena komunikasi dengan keluarga lebih baik ketimbang teman lain yang jaga dan mereka tidak bisa berbiara dalam bahasa Ende lio.
Penyakit yang diderita Nando makin rumit saja. Pada awalnya banyak yang bilang malaria tropika lantaran tingkah lakunya yang sudah seperti orang gila. Malaria sudah mempengaruhi sarafnya sehingga saraf tidak bisa bekerja normal lagi. Entah benar atau tidak,tidak tahu. Tetapi saya tetap yakin, tidak mungkin karena malaria. Analisa saya adalah ketdakseimbangan prioritas hidup antara sisi akademis dan psikoemosional. Nando adalah seorang dengan tipe kerja keras, tekun dan sangat disiplin terhadap segala sesuatu. Meskipin terkesan agak ambisius tetapi bagi saya ia tipe orang yang patut diteladani.
Ia seorang, dengan sejuta idealisme dalam dirinya. Dugaaan saya ketika apa yang dikerjakan tidak sesuai dengan yang dirapkannya maka munculah suatu situasi semacam “shock batin”. Kita tentunya pasti banyak mendengar ada yang mengatakan bahwa seseorang bisa gila karena terlalu pintar. Di sini, sebenarnya bukan berarti bahwa karena dia pintar makanya ia gila tetapi situasi sama seperti yang saya gambarkan di atas. Terlalu banyak idealisme sementara hasil tidak sesuai dengan yang diharapkan. Minggu depan ia akan dirujuk ke Jaklarta atas permintaan dokter. Saya sendiri cukup prihatin dengan keadaannya, belum lagi ia menjadi bahan tertawaan bagi teman-teman. Mudah-mudahn ia bisa sembuh cepat dalam waktu dekat.
Pengalaman seperti ini mengajarkan saya untuk selalu tetap menjaga kesehatan. Pertama, sekali saya harus sadar bahwa diri saya adalah gambaran citra Allah. Karena itu merusakan diri saya dengan cara merokok, konsumsi alcohol, dll sama dengan merusakan citra Allah itu senidir. Saya kira itu aplikasi konkret menjaga citra Allah. Yang kedua, saya ini tiggal dalam komunitas, yang tentunhya semua biaya sakit akan ditanggung oleh biara. Saya tidak mau hanya karena saya biaya harus membuang banyak uang, yang semestinya uang itu bisa digunakan untuk keperluan yang lebih penting. Yang ketiga, yang paling membuat saya takut waktu saya sakit adalah keluarga yang selalu mencemaskan saya. Mereka bisa tinggalkan pekerjaan mereka hanya karena cemas dengan kondisi saya. Karena itu, saya berusaha sedapat mungkin untuk menjaga kesehatan.
Selain itu, mesti jaga keseimbangan dalam bekerja. Sehari tidak melulu di kamar untuk belajar tetapi juga perlu rekreasi dan olahraga. Dengan itu mungkin bisa menghilangkan kejenuhan dan kepenatan dalam diri. Hindari diri dari idealisme yang berlebihan. Memang mengidealkan sesuatu juga penting, supaya hidup kita mempunyai targert dan program yang jelas, tetapi tidak berarti bahwa itu adalah segala-galanya. Mengidealkan sesuatu secara berlebihan tentu akan membuat kita banyak mengharapkan akan terealisasinya impian kita. Nahh, celakanya ketika hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan kita pasti akan mengalami shock batin dan frutrasi. Situasi semacam ini tentu akan sulit disembuhkan.

Mengejar Makna Hidup (30 Np-6 Des)

Sebuah puisi bagi saya sangat menarik, saya temukan dalam puisiku.net. saya tidak tahu kenapa beberapa hari belakangan ini saya banyak merenung dan memikirkan soal makna hidup. Apakah hidup saya di sini sudah tidak berarti lagi, entahlah, saya juga tidak tahu. Permenungan saya itu belum selesai. Puisi itu berjudul “ketika semua tak bermakna lagi”. Mungkin apa yang saya raksakan saat ini terlukis semua dalam sajak-sajak puisi oleh Herda ini.

“ketika semua tak lagi bermakna”

hari ini entah untuk hitungan keberapa
kembali kurasakan desir pedih di hatiku
semua tidak enak buat dirasa
apalagi dikenang dalam alur kehidupan
kasih…atau entah apa itu
kau tidak pernah merasa perlu
untuk menghargaiku
apalagi memujiku…ataupun berkata cinta
disaat pertemuan itu ada
memang tidak ada pernyataan cinta
semua mengalir bagai air
dan akhirnya kau adalah bapak dari anak-anakku
mungkin cuma tekad untuk mengacuhkan
atas semua kemarahan yang selalu hadir
di antara kau dan aku
kepedihan itu menghilang…lenyap…
namun semua tetap satu warna
tidak pernah ada cinta di antara kita
kita hanya kebetulan berada di tempat yang sama
dimana kau adalah suamiku, dan aku adalah istrimu
dan kupikir untuk apa luka yang kurasa ini
aku bosan..bosan…
aku ingin dimana aku ada karena cinta, untuk cinta
dan nanti pergi, pun karena cinta, untuk cinta.